} Kacamata Ceria - Bambang Irwanto Ripto

Kacamata Ceria

Peri Diani mengucek-ngucek matanya. Sudah berkali-kali ia memasukkan jaring laba-laba ke lubang jarum alat pemintal, tetapi ia tidak berhasil juga.
Sudah dua minggu, Peri Diani merasa penglihatannya tidak jelas. Tapi Peri Diani tidak menghiraukan. Dia terus saja memintal jaring laba-laba menjadi benang emas. Namun lama-lama, penglihatannya semakin buram. Tentu saja ia tidak bisa menjahit gaun dengan bagus. Bahkan kemarin Ratu Bidadari memarahinya.
“Ehm, sepertinya aku harus mencari buah Alova untuk mataku,” gumam Peri Diani.
Peri Diani meletakkan gaun yang sedang dijahitnya. Kemudian ia terbang ke tepi sungai. Biasanya bunga Alova tumbuh di sekitar sungai
Bruk.. Peri Diani menabrak sebatang pohon. Tubuh mungilnya oleng, lalu berputar dan jatuh ke tanah.
“Aduh,” Peri Diani mengelus kepalanya yang benjol.
“Hei Diani, kamu kenapa?” Peri Melia mendekati Peri Diani yang masih mengaduh kesakitan.
“Entahlah, Melia. Akhir-akhir ini bila sedang terbang, aku selalu menabrak sesuatu.”
“Apa pandanganmu kabur?”
“Iya,”
“Kalau begitu, coba kamu periksakan matamu di toko  Peri Martalia,” saran Peri Melia. “Sudah ya, saya harus segera mencari jaring laba-laba untuk membuat baju pesanan.”
Peri Diani tercenung. Benar juga, ya. mungkin ia perlu kacamata. Peri Diani lalu terbang menuju rumah Peri marthalia. Peri Martalia menyambuut hangat kedatangan Peri Dian. Peri Dian segera menceritakan masalahnya.
"Masuklah, Diani. Saya akan segera memeriksa matamu!" ajak Peri Marthalia.
Peri Diani menggangguk, lalu duduk di sebuah kursi. Peri Marthalia segera memeriksa.  Setelah itu Peri Marthalia meminta Peri Diani menyebutkan angka atau huruf yang ia tulis. Mula-mula Peri Martha menulis huruf dan angkanya besar-besar, namun lama-lama Peri Mathilma menulis hurufnya semakin kecil. Peri Diani tidak bisa melihatnya lagi.
“Wah.. benar, kamu harus segera memakai kacamata, Diani. Saya akan memilihkan kacamata yang cocok untukmu,” kata Peri Marthalia sambil masuk ke sebuah ruangan. Tidak lama Peri Marthalia sudah kembali membawa sebuah kacamata.



“Kacamata ini cocok untukmu, cobalah!”
Peri Diani menerima kacamata berbingkai perak itu dengan ragu-ragu. Ia lalu memasang di wajahnya. Benar, kini ia bisa melihat jelas. Pandangannya tidak kabur lagi.
“Oh.. tidak,” Peri Diani terpekik saat melihat wajahnya di cermin.
“Kenapa, Diani?” Peri Marthalia ikut terkejut.
“Ehm, tidak...” Peri Diani batal mengutarakan ucapannya. Setelah mengucapkan terima kasih, Peri Diani pulang ke rumahnya di sebuah rumah pohon
Peri Diani sengaja terbang di rimbunan bunga-bunga. Bila ia melihat peri lain, Peri Diani buru-buru bersembunyi.
 “Tidak boleh ada yang tau dengan penampilan baruku ini,” gumamnya.
Sejak memakai kacamata, Peri Diani lebih suka berdiam diri di dalam rumah. Ia khawatir teman-teman lain akan menertawakan penampilannya. Kacamata itu memang membantu penglihatan Peri Diani. Peri Diani kini bisa memintal kembali jaring laba-laba menjadi benang, lalu merajutnya menjadi gaun yang indah  Tapi menurutnya kacamata itu membuatnya tidak cantik lagi.
“Diani.. Diani...” pagi itu ada suara yang memanggil Per Diani di depan rumahnya.
Peri Diani buru-buru membuka kacamatanya. Ia segera membuka pintu.
“Siapa, ya?” Peri Diani memicingkan matanya. Ia berusaha mengenali siapa yang datang ke rumahnya. Tetapi pandangannya buram. Ia hanya melihat tiga sosok sedang berdiri di hadapannya.
“Ya, ampun, Diani! Ini kami,”
Peri Diani mengenali itu suara Peri Melia. “Oh, Melia. Kamu datang bersama siapa?”
Peri Melia saling bertukar pandang dengan Peri Olia dan Peri Delia.
“Saya datang bersama Peri Olivia dan Peri Delia. Kamu kenapa Diani?”
“Oh.. tidak apa-apa. Maaf, ayo masuk!”
Peri Melia, Peri Olivia dan Peri Delia mengikuti Peri Diani masuk ke rumah. Bruk, Peri Diani menabrak  kursinya. Ia jatuh tersungkur. Peri Melia, Peri Delia dan Peri Olivia segera membantunya.
“Maaf ya, semalam aku tidur agak larut. Jadi masih mengantuk.”
“Oh, sebaiknya kamu banyak beristirahat saja!” kata Peri Delia
“Baik, kalian duduk dulu. Saya akan buatkan sirup madu.”
Peri Diani bergegas ke dapur. Bruk lagi-lagi peri Diani menabrak kaki meja.
“Sudah Diani. Sebaiknya kamu istirirahat saja. Biar saya yag membuat sirup madu,” kata peri Melia.
“Hei kacamata siapa ini?” tanya Peri Delia yang melihat kacamata Peri Diani di atas meja.
Peri Diani bingung menjawab pertanyaan Peri Delia.
Sambil menangis peri Diani bercerita pada peri Melia, Peri Delia dan Peri Olivia.
“Ya ampun Diani, buat apa kamu menyiksa dirimu," ucap Pei Olivia
“Aku takut tidak cantik lagi dan kalian menertawakanku."
“Justru kami ke sini karena khawatir keadaanmu. Kami rindu canda tawamu dan riang dirimu. Kacamata itu membuatmu bisa melihat jelas dan membuat kami ceria," tambah Peri Melia.
“Iya, pakailah kacamatamu itu!” suruh Peri Delia
Peri Diani mengangguk sambil memakai kacamatanya. Kini ia bisa melihat  wajah teman-temannya.
Tidak lama kemudian, terdengar gelak tawa peri Melia, peri Olivia, Peri Delia saat Peri Diani menceritakan cerita lucu.

Bambang Irwanto
         








Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kacamata Ceria"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.