} Aku Ingin Cantik - Bambang Irwanto Ripto

Aku Ingin Cantik

    Cerita ini awalnya sangat pendek. Cuma 400 kata, dan saya ikutkan pada sebuah audisi apa itu (saya lupa hehehe...). Jadi yang naskahnya terpilih, akan dapat kursus menulis online. Ternyata tidak menang, dan saya kembangkan alurnya. Selesai saya kirim ke majalah Girls. Alhamdulillah, berjodoh hehehe...

                                 

                          Aku Ingin Cantik
                                             Bambang Irwanto


Kenapa aku tidak cantik, ya? gumamku sendiri.
Aku ingin seperti Raisya, Nirma atau Sisi. Kulit mereka putih dan halus. Rambut mereka panjang, hitam dan lembut. Bibir mereka kemerahan seperti buah delima. Mereka seperti model cilik di iklan-iklan yang biasa aku tonton di televisi.
Aku selalu membayangkan. Suatu malam, seorang Ibu peri datang dan menyihirku jadi cantik seperti Cinderella. Ah, tapi itu kan, hanya di dongeng-dongeng saja.
“Raodah...!” panggilan Emak mengagetkanku. Buru-buru aku keluar kamar. Tampak Emak bertolak pinggang.
“Kamu ngapain saja?” tanya Emak sambil melotot, persis ikan mas koki.
“Anu, Mak. Habis bercermin,” jawabku jujur.
Tadi Emak sudah menyetrika pakaian dan membereskan kamar. Jadi tidak mungkin aku jawab lagi beberes atau lagi setrika.
Emak langsung menepuk jidat. “Haduh Raodah. Biar kamu bercermin sampai seribu kali sampai cerminnya retak, wajah kamu tidak akan berubah.”
Aku sedih mendengar ucapan Emak. “Seharusnya Emak memujiku. Aku kan anak Emak.”
“Justru karena kamu anak emak, makanya wajahmu biasa saja. Kecuali kamu anak Tamara Blazinky atau Paramita Rusadi, baru wajahmu cakep,” kata Emak.  “Sudah sana, bawa baju setrikaan ke kamar masing-masing.”
Aku diam saja, lalu bergegas mengambil keranjang pakaian. Aku lalu masuk  ke kamar Pak Abram dan Bu Mira, kamar Mas Irman, lalu kamar Mbak Tessa.
“ Mbak Tessa mau ke mana?” tanyaku saat melihat Mbak Tessa sedang berdandan.
“Eh, Odah. Mbak mau ke pesta ultah teman kuliah mbak,” jawab Mbak Tessa sambil terus memoles bedak ke wajahnya yang putih mulus.
Sambil memasukkan pakaian ke lemari, aku terus memperhatikan Mbak Tessa.
“Udah ya, Oda. Nanti kamarnya ditutup lagi. Mbak buru-buru.”
“Baik, Mbak,” jawabku.
Mbak Tessa lalu meninggalkan kamar. Ehm, aku senang sekali pada MbakTessa. Sudah cantik, baik lagi. Dia tidak pernah membentakku kalau salah melakukan pekerjaan rumah. Mbak Tessa juga baik pada Emak. Aku dan Emak senang tinggal di sini. Kami sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Setiap dari pergi, Mbak Tessa membawakan aku oleh-oleh. Ingin rasanya punya kakak kandung seperti Mbak Tess.
Tidak seperti Mas Irman. Dia selalu meledekku kribo, hitam dan dower. Terkadang aku jadi kesal. Tapi walau begitu, Mas Irman selalu membantu belajar. Makanya aku selalu rangking 1 di kelas.
“Odah..sudah selesai belum membereskan kamarnya?” terdengar suara Emak lagi.
           “Iya, Mak!” aku bergegas membersihkan kamar. Kalau ketahuan aku melamun lagi, Emak pasti akan mengomel.
Setengah jam kemudian, pekerjaanku selesai. Sebelum keluar kamar Mbak Tessa, aku sempat melihat bedak-bedak yang berjejer rapi di meja rias. Iseng aku mengambil salah satu bedak dan membaca tulisannya. Bedak Jelita. Membuat wajah anda cantik dan berseri dalam waktu sekejap. Waktu aku buka penutupnya, wangi sekali, seperti wangi bunga.
Ah.. tiba-tiba aku dapat ide. Pasti Mbak Tessa cantik karena pakai bedak ini. Aku coba sedikit, ah. Mbak Tessa pasti tidak marah. Kalau aku cantik, Mbak Tessa juga akan senang. Siapa tahu aku benar dijadikan adik angkat, aku sibuk berkhayal. Aku lalu memasukkan bedak itu ke dalam saku rokku.
Besoknya, aku berangkat pagi-pagi ke sekolah. Aku sengaja membawa sarapan ke sekolah. Sampai di sekolah, aku buru-buru masuk WC. Aku keluarkan bedak Mbak Tessa dan mulai memakainya. Ah, benar. Wajahku terasa dingin. Aku keluar dari dalam WC sekolah dengan senang hati.
“Oda, wajahmu kenapa?” tanya Salira, teman sebangkuku.
“Aku pakai ramuan ajaib, biar cantik dan berseri.” Jawabku, lalu tersenyum manis.
Semua teman memerhatikanku. Aku senang sekali baru kali ini, aku jadi pusat perhatian. Aku semakin percaya diri.
Tapi, menjelang pelajaran dimulai, tiba-tiba wajahku gatal sekali. aku pun mengaruk terus wajahku, sampai terasa perih.
“Kamu kenapa sih?” Salira mulai heran melihat tingkahku.
“Wajahku gatal sekali. Pasti Ramuan ajaib itu,” aku merasa wajahku menjadi tebal.
“Wah.. mukamu seperti badak, Odah!” teriak Salira
Teman-teman serentak menoleh padaku. Mereka lalu berdiri mendekati bangkuku. Tidak ketinggalan Bu Halimah segera menghampiri. Terpaksa aku menceritakan semuanya.
“Haduh, Oda!  Anak kelas lima belum saatnya memakai bedak orang dewasa,” kata Bu Halimah.
“Ah.. ada badak bercula,” teriak Ruslan.
Aduh, aku malu sekali. Ingin rasanya aku menangis. Tapi teman-teman pasti semakin mengejekku.
“Salira, kamu temani Oda cuci muka di kamar mandi, ya!” kata Bu Halimah.
“Baik, Bu!” jawab Salira lalu mengandengku menuju kamar mandi.
Aku mencuci wajahku dengan banyak air. Walau masih gatal, tapi tidak separah tadi. Kini aku benar-benar menangis.
“Kamu kenapa sih, Oda? Kok nekat pakai bedak orang dewasa?”
“Aku kan juga ingin cantik seperti kamu, Lira. Makanya aku pakai bedak Mbak Tessa,” jawabku terisak.
Salira menepuk pundakku. “Jangan sedih dong, Oda! Kamu punya kecantikan hati kok. Semua senang berteman denganmu, kan. Kamu baik. Suka membantu teman belajar. Sehari saja kamu tidak masuk sekolah, kelas jadi sepi.”
“Betul kah?” aku menghapus airmataku.
 “Tentu saja. Ayo, jangan sedih lagi. Nanti aku juga ikut sedih.”
             Aku tersenyum. Ya, seharusnya aku mensyukuri keadaan diriku. Wajah cantik memang bagus. Tetapi lebih baik cantik hati dan punya banyak teman.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Aku Ingin Cantik"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.