} Yaaah... Ternyata Cincaunya... - Bambang Irwanto Ripto

Yaaah... Ternyata Cincaunya...

Kemarin sore, saya gagal menikmati es cincau favorit saya. Padahal sudah terbayang, betapa nikmat dan segarnya, menikmati potongan dadu cincau, dengan air sirup tambah susu. Apalagi kemarin cuaca cukup panas. Memang sangat butuh yang segar-segar. Caila... hahaha.

Gara-garanya cincau yang saya beli palsu. Kok bisa? Apa iya cincau palsu?
Iya, saudara-saudara. Dan seumur-umur, dari saya masih kecil, tampan, imut, lucu, dan menggemaskan, sampai saya besar dan tetap tampan rupawan, imut, lucu, dan menggemaskan, baru kali ini beli cincau palsu hahaha. Kacian deh, gue.

Sekilas mirip cincau asli


Jadi ceritanya kemarin pagi saya dan krucil ke pasar cari ikan layang. Ternyata ikannya kurang baru. Maka saya tidak jadi beli. Karena sudah terlanjur ke pasar, saya inisiatif saja cari yang lain. Singkong, kulit lumpia, ubi ungu, dan lainnya. Termasuk cincau.

Tapi aduh..duh...duh... Itu si Krucil berisik sekali. Memang sejak dari rumah, si krucil sudah wanti-wanti minta beli ikan hias. Dan saya iyakan. Hanya karena tadi belum buka kios ikan hiasnya, maka saya ajak dia ke pasar dulu.

Nah, bela-beli lainnya sudah beres. Tinggal beli cincau. Tapi sepanjang jalan itu, si krucil terus berisik minta beli ikan hias. Katanya, masa saya sudah beli ini itu, sedangkan dia belum dibelikan apa-apa satu pun. Tidak adil katanya. Lah.. ini nanti buat makan bersama, Tong! Lue juga nanti kebagian hahaha...

Warna mulai luntur


Dan puncak rengekannya pas mau beli cincau. Malah ditambah pasang aksi andalannya, yaitu mulut maju 5 senti. Mungkin Hayati sudah lelah. Eh, mungkin dia sudah lelah putar-putar pasar hahaha... Padahal sudah saya gertak, kalau masih berisik, akan saya tinggal di pasar. Eh, tidak mempan, dan hanya sekedar gertak sambal pakai 1 cabe. Mungkin Krucil sudah tau gertakan itu. Ya iya sih. Mana mungkin saya meninggalkan anak lucu, imut dan menggemaskan di pasar.. halah... hahaha.

Akhirnya, saya bergegas ke penjual cincau. Kebetulan senin kemarin, saya sempat beli cincau di sana. Dan saya beruntung, ebetulan masih ada cincau dua potong. Saya pun buru-buru beli 1 potong, lalu bergegas ke penjual ikan hias. Eh, Si Ibu penjual masih sempat nawarin agar memborong dua potong cincau. Tapi saya cukup beli satu saja.

Agar warna hijau mulai jelas


Sampai di rumah, seperti biasa cincau lansung saya cuci, lalu saya taruh di wadah, dan saya masukan ke kulkas. Memang biasanya menjelang diolah, baru saya potong-potong model dadu. Siplah.. sore sudah ada minuman segar hehehe.

Sorenya, sekitar pukul 4, saya bergegas buka kulkas. Jadi saya memang jarang menggunakan es batu. Jadi nanti setelah diolah, dimasukan lagi ke kulkas, dan pas buka puasa, cincau sudah dingin. Karena dingin pakai es batu dengan langsung didinginkan beda. Kalau pakai es batu, air akan betambah, dan rasa akan berkurang.

Tapi, pas saya periksa cincau, kok ada airnya warna hijau pekat. Saya abaikan saja, dan  langsung potong-potong cincau itu dan cuci lagi. Eh.. kok cincaunya luncur jadi warna hijau terang. Seperti agar-agar. Memang sih, ada cincau hijau. Saya juga beberapa kali bikin. Jadi ini jelas bukan cincau hijau.

Saya mulai curiga. Kayaknya nih, agar-agar yang dikasih pewarna hijau lagi, biar warnanya lebih pekat dan seperti cincau. Maka cincau pun tidak jadi saya olah. Saya pun menunggu buka puasa. Pas buka, saya coba. Benar.. itu agar-agar. Rasanya juga pahit, karena mungkin pengaruh penambahan warna hijau tadi yang mungkin sangat banyak.

Cincau hijau asli buatan saya


Memang, waktu pas beli cincau hari senin itu, saya melihat ada dua bak agar-agar. Satu warna merah, satu warna hijau. Jumlahnya masih banyak, padahal hari sudah siang. Dan pas ditawari, saya juga tidak berniat beli. Mungkin dugaan saya, karena jarang peminat, maka agar-agar hijau itu disulap jadi mirip cincau yang lebih banyak peminatnya.

Saya sih, tidak masalah dengan harga cincau 5 ribu itu. Saya hanya menyayangkan si penjual. Soalnya dia menutup rezekinya sendiri. Saya pribadi, bila beli sesuatu dan tidak sesuai harapan, maka saya tidak akan membeli lagi di tempat itu. Nah, kalau kemarin misalnya ada 10 orang yang beli cincau. Maka si penjual akan kehilangan 10 pelanggan. 10 orang x 5 ribu, 50 ribu sehari itu masih sangat besar. Tentu saja sudah membohongi konsumen. Apalagi di bulan suci Ramadhan.
Yah.. begitulah. Semua tergantung pada pribadi masing-masing. Tapi yang jelas, apa yang kita tanam, maka itulah yang akan kita petik.

Bambang Irwanto



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Yaaah... Ternyata Cincaunya..."

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.