} Tidak Perlu Tenggelamkan Mereka - Bambang Irwanto Ripto

Tidak Perlu Tenggelamkan Mereka

Kemarin pas waktu bulan ramdahan, setelah sahur, saya kok tiba-tiba ingin buat status yang terinspirasi dari status kekinian. Itu lho, dari ucapan Bu Susi, yang ‘tenggelamkan hahaha...
Karena saya seorang penulis, maka saya pun mencari, kira-kira apa yang cocok dan pas, ya.
Taraaaa... akhirnya nemu ini. Lucu kan? Hehehe...



Tapi memang, banyak orang yang seperti itu. Saat ada teman posting status baru tentang bukunya baru terbit, ada saja yang komen,
"Eh, buku baru. Bagi dong...!"
"Nanti kirim buku gratisannya ya, Say!"
"Minta dong, buku baru!"
“Aah.. saya nunggu kuis aja ah.. ! Lumayan gretongan.”

Padahal menurut saya, ucapan-ucapan itu bisa membuat penulis sedih. Sedihnya dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dari Sabang samapau Marauke.. apa sih, kagak nyambung hahaha.
Kenapa? Karena mereka yang suka ngomong seperti di atas itu, sebenarnya tidak menghargai proses sebuah buku. Asal tahu saja, proses satu buku itu sangat panjang dan lama. Memeras otak dan memeras keringat. Penuh perjuangan dan cucuran airmata. Bukan sesuatu yang instan, simsalabim, atau abrakabarbda.





Sebuah buku yang ditulis sendiri, memerlukan persiapan yang matang. Kalau cuma copas sana sini sih, sehari juga kelar. Jadi butuh referensi banyak. Bila ingin menulis buku dengan satu tema saja, penulis harus sial ‘melahap’ tumpukan buku segunung, agar sumbernya jelas dan percaya. Bahkan cerita anak bergambar 24 halaman saja, yang tiap halaman hanya 2-3 kalimat, itu bisa ditulis sangat lama.

Lalu, setelah naskah selesai, masih ada perjuangan lain. Naskah harus dikirim ke penerbit. Nunggu lagi, antre naskahnya dibaca, dan ini butuh waktu juga. Alhamdulillah kalau diacc atau diterima. Kalau tidak? Penulis harus mulai dari dari awal, mengirim naskahnya ke penerbit lain. Walau memang ada juga naskah pesanan dari penerbit, jadi proses ini lebih cepat dilewati. Tapi jangan salah. Untuk sampai pada tahap ‘naskah pesanan penerbit’, itu juga harus melalui proses di atas tadi, yaitu berjuang sendiri kirim naskah ke penerbit.




Setelah naskah diacc, proses selanjutnya. Naskah diacc, bukan otomatis naskah diterbitkan. Harus proses penyesuaikan naskah lagi. Biasanya ada masukan dari editor, sebagai jembatan penulis dan pembaca. Jadi naskah kita harus disesuaikan dengan pembaca. Proses revisi pun dimulai. Dan ini juga waktunya lama. Malah kadang, ada beberapa yang harus dihilangkan, atau ditambahkan. Dan ini tentu saja butuh waktu lagi.

Kalau buku kita memerluka gambar atau ilustrasi, itu juga prosesnya lama. Jadi walau naskah sudah selesai, tapi ilustrasi belum selesai, buku belum bisa diterbitkan. Dan memang, mengilustrasi itu tidak bisa secepat menulis.
Saya punya pengalaman. Ada buku cerita anak saya prosesnya sampai 3 tahun tebit. Pertama kendalanya di ilustrasi. Setelah berkali-kali ganti ilustrator, akhirnya ketemu ilustrasi yang bersedia dan cocok. Tapi karena buku saya ini bertema Ramadhan, maka harus terbit sesuai momennya.
Pengalaman lain, ada naskah saya bersama teman-teman yang masih belum bisa terbit. Kendalanya diilustrasi juga. Teman ilustrator yang awalnya bersedia, eh.. ternyata mengundurkan diri. Tiap ditanya, katanya dikerjakan. Ternyata setelah ditagih, tidak ada progres. Alhamdulillah sekarang ada teman yang sudah bersedia mengilustrasi, dan semoga cepat terbit. Aamiin...



Terkadang juga, proses buku kita tersendat, karena ada pergantian editor. Misalnya awanya editor buku kita Mbak Keke, tapi kemudian Mbak Keke pindah atau resind. Akhirnya Mbak Keke digantikan Mbak Lulu. Nah, ini juga perlu penyesuaian lagi, agar antara penulis dan editor klik-klok.
Kadang juga, editor kita sedang cuti. Misalnya cuti lahiran. Jadi kan otomatis proses buku kita break dulu. Nah, nanti setelah editor selesai cuti, baru dilanjutkan lagi. Ini sesuai pengalaman saya, ya.

Setelah semua beres. Baru buku dicetak. Ini juga menunggu waktu. Karena buku yang akan diterbitkan banyak oleh satu penerbit, maka kita pun harus mengantre. Sampai akhirnya naik cetak, dan diterbitkan. Barulah hati lega, tentram, damai, aman, sentosa hehehe.






Sudah bisa dimengerti ya, proses sebuah buku itu sangat panjang dan lama. Perlu tenaga dan pikiran. Juga perlu banyak koyo dan tolak angin, kalau harus lembur dan dikejar deadline hahaha.  Dan sesuai pengalaman saya, proses buku saya dari ditulis sampai terbit itu 3 tahun.

Jadi kalau tiba-tiba penulis sudah bersusah payah sampai bukunya terbit, janganlah main minta. Itu seperti sebuah belati yang menghujam jantung, sakitnya bukan hanya di hati, tapi juga sampai di dengkul... hahaha lebay Belilah bukunya, sebagai penghargaan kepada penulis.
Penulis itu salah satu ladangnya dari penjualan buku. Kalau buku banyak terjual, royalti juga banyak. Penulis makin semangat menulis. Dan makan bakso jadi lancar... Eh, itu kan, Aku, penulis tampan rupawan, imut, menggemaskan sepanjang masa hahahaha...




Jadi mulai sekarang, yang masih suka minta buku gratisan, tidak perlu ditenggelamkan.
Kalau semua ditenggelamkan, para ikan bosan makan juga. Lalu mereka buru-buru cari bakso. Bisa gawat saya hahaha.
Cukup diingatkan, agar beli buku saja. Percaya deh, beli buku tidak ada ruginya. Apa yang kita dapat di buku itu, jauh lebih banyak dibandingkan harganya.
Orang cakep.. suka beli buku hehehe.

Bambang Irwanto


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Tidak Perlu Tenggelamkan Mereka"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.