} Yang Harus Dimiliki Penulis Dari Diri Sendiri - Bambang Irwanto Ripto

Yang Harus Dimiliki Penulis Dari Diri Sendiri


Bagi saya menulis itu bukan lagi sebuah hobi, tapi sudah merupakan pekerjaan. Sudah 10 tahun, saya menggantungkan hidup saya dari menulis. Alhamdulillah, selalu saja ada hasil dari menulis. Dapur rumah saya pun terus bisa ngebul, dan tentu saja urusan makan bakso lancar terus hehehe.
       Banyak teman yang bertanya, bagaimana  saya bisa betah di jalur menulis ini. Tidak ada tips spesial. Saya pun tak perlu bersemedia di gua hahaha. Saya hanya menerapkan saja yang pasti dimiliki penulis yang asalnya dari diri sendiri. Nah, apa saja itu? Yuk, simak tips singkat.

Keinginan menulis
       Ini wajib, karena kalau tidak ada keinginan menulis, maka tidak akan ada tulisan yang dihasilkan. Sebaliknya, kalau keinginan menulis terus tinggi, maka akan semakin banyak tulisan yang dihasilkan. Semakin besar juga meluang dan penghasilan yang didapatkan.
     Tapi memang perlu dicermati. Keinginan menulis ini didasari sesuatu yang berbeda. Ada yang ingin menulis karena memang suka menulis dan ingin berbagi. Ada yang menulis karena ingin menambah penghasilan. Bahkan ada yang menulis karena ikut-ikutan. Nah, hal inilah yang ikut mempengaruhi.

Semangat
    Kalau sudah ada keinginan menulis, maka harus dibarengi dengan semangat untuk menulis. Walau keinginan menulis besar, kalau semangat kurang percuma. Jossnya keinginan dan semangat harus selalu membara.
     Nah, hal inilah yang membedakan hasil. Kalau terus semangat, maka banyak yang akan kita tulis. Bukan hanya itu, kalau terus semangat menulis, maka hasil tulisan akan lebih bagus. Karena menulis itu seperti mengasah pisau. Semakin diasah, maka semakin tajam.

Sabar
     Penulis itu harus sabar. Karena segala proses menulis itu membutuhkan kesabaran. Menulis itu ibaratnya naik tangga. Satu persatu meniti anak tangga sampai akhirnya menuju ke atas. Bukan simsalabim, abrakadabra atau alakazam.     
      Banyak orang ingin jadi penulis, tapi tidak sabar. Ingin buru-buru karyanya dimuat di media, ingin segera menerbitkan buku. Akhirnya mengambil jalan pintas dengan cara plagiat karya orang lain. Akhirnya dia membuat lubang dalam untuk dirinya sendiri.
    Seperti yang selalu saya tuliskan, nikmati proses menulis dengan sabar dan senang hati. Karena semua proses menulis ada nilai pelajaran. Orang yang tidak sabar menikmati proses, dijamin akan meninggalkan menulis.
     Sabar ini pun berlanjut saat selesai menulis dan naskah sudah selesai menulis. Sabar menunggu antreaan pemuatan, atau sabar menunggu antreaan naskah diseleksi lalu diterbitkan. Banyak yang tidak sabar menunggu, akhirnya naskah belum ditarik, sudah dikirim ke media lain. Akhirnya terjadi pemuatan ganda, dan dua-dua media memblacklist.
     Begitu juga dengan menerbitkan buku yang prosesnya lebih panjang daripada pemuatan di media. Walau kita menulis secapat kilat, buku tidak langsung bisa cetak dan terbit. Ada proses editing, desain dan sebagainya. Belum kalau banyak ilustrasi, maka waktunya bisa lebih lama.

Tidak Pemalu
       Penulis itu jangan pemalu, bukan malu-maluin ya hehehe. Soalnya banyak teman penulis yang pemalu. Malu kirim naskahnya karena jelek. Malu bertanya soal dunia menulis, malu bertanya nasib naskahnya, termasuk malu bertanya soal honornya.
     Mulai singkirkan rasa malu, karena akan menghambat bahkan merugiakan diri sendiri. Misalnya, buat apa capek-capek menulis, kalau hanya diumpetin di bawah kasur atau menjadi penghuni abadi folder laptop. Kalau naskah belum bagus, itu biasa. Jadi jangan malu. Justru kalau naskah diperlihat ke orang lain, atau dikirim, lalu dibaca, kan kita tahu hasil menulis kita. Jadi nanti bisa kita pelajari lagi.
       Begitu juga soal honorarium atau royalti yang merupakan hak kita. Jangan malu untuk tanyakan, dan menuntut hak kita. Jadi kalau belum ada kabar, tanyakan saja. Jadi tahu penyebabnya kenapa belum dibayar. Daripada menduga-duga.

Terus belajar
      Kalau ini memang sejatinya begitu. Jangan puas dengan hasil yang sudah ada. Terus belajar belajar dan belajar. Belajar ini termasuk dari pengembangan diri dalam menulis. Misalnya, dulu hanya menulis cerita anak. Bisa pelajari cerita remaja atau dewasa. Bisa belaja rmenulis artikel, repotase dan lain-lainnya.
    Begitu juga dengan media. Kalau dulu hanya menulis khusus untuk media, mulai menulis untuk buku. Lalu kembangkan menulis di blog atau lain. Pokoknya terus kembangkan.
     Belajar menulis bisa kapan saja dan di mana saja. Apalagi zaman sekarang kita diuntungkan media sosial. Banyak kelas-kelas menulis. Banyak grup-grup penulisan. Jadi gali terus dan kembangkan diri. Jangan pernah merasa terlambat untuk belajar menulis.

Rendah hati
     Bagi saya, seorang penulis harus rendah hati. Tidak sombong dan cepat puas dengan apa yang dicapai. Penulis rendah hati mau berbagi dan menerima kritik dan masukan. Rendah hati membuat penulis akan terus belajar.
     Soalnya ada beberapa teman yang belum bisa membuka diri. Misalnya saat minta naskahnya diberi masukan. Sudah diberi masukan, tapi dia ngotot, kalau apa yang ditulisnya sudah pas. Kalau terus begini, dijamin teman itu tidak akan berkembang dalam menulis. Ini menurut saya, ya.

Sopan santun
    Ini juga perlu ditekankan. Bagi saya, penulis itu pun wajib menjungjung tinggi sopan santun. Karena pengalaman saya, dengan sopan santun, kita bisa masuk ke mana saja dan bisa berteman dengan siapa saja.
     Sopan santun di sini bukan hanya sikap saat bertemu di dunia nyata, tapi juga dalam hal tulisan. Saat pengiriman naskah, saat chat di inbox, saat saling berbalas komentar di sebuah postingan.
    Misalnya saat ada teman langsung inbox tanpa salam. Kemudian beratnya ini itu. Giliran sudah dijawab, langsung kabur.
     Makanya, banyak teman yang mengeluh, ih penulis itu sombong ya. Mentang-mentang senior. Diinbox tidak dibalas, blablabla.
    Jangan salah menduga dulu. Bisa saja si penulis itu sudah sering mendapat perlakuan kurang menyenangkan. Makanya dia tidak nyaman lagi. Takut kecewa. Dan menurut saya itu wajar saja. Saya pun tidak akan membalas orang yang pernah mengecewakan saya hehehe.

Bisa Mengendalikan Diri
    Bagi saya, seorang penulis harus bisa mengendalikan diri dalam keadaan apapun. Ini menurut saya, ya. Jadi misalnya saat galau, jangan langsung curhat di medsos. Saat marah kepada seseorang, atau jangan menulis kata-kata makian dan sebagainya.
    Jangan salah. Soalnya banyak yang diam-diam mengamati akun media sosial kita. Termasuk editor. Dari tulisan, editor sudah bisa menilai kita. Akhirnya yang awalnya mau order naskah, jadinya batal hehehe. Jadi usahakan apa yang akan kita posting  di medsos, tidak akan merugikan kita.
   Nah, itulah yang harus dimiliki penulis yang berasal dari diri sendiri. Dan setiap orang punya kan? Jadi intinya, semua tergantung dari diri sendiri. Siapa yang terus semangat menulis, maka dia yang akan lancar makan bakso hahaha. Salam semangat menulis.

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Yang Harus Dimiliki Penulis Dari Diri Sendiri"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.