Hari itu, saya sedang ke toko buku Gramedia di Mall Kelapa Gading. Seperti biasa, saya pasti ke rak majalah. Saat saya membuka Majalah Kreatif edisi Januari 2009, dan melihat daftar isinya, saya terkejut. Di daftar cerita salah satu judul ceritanya 'Misteri Aku dan Ayu'. Kok seperti judul cerita saya, guman saya.
Saya pun buru-buru membuka halaman cerita itu. Taraaa,,,, saya langsung kesenangan. ternyata nama saya terpampang di bawah judul cerita ini. Tapi, saya kan tidak pernah mengirim cerita ini ke Majalah Kreatif? Saya mengirimnya di Majalah Bobo, gumam saya lagi.
Saya pun buru-buru membuka halaman cerita itu. Taraaa,,,, saya langsung kesenangan. ternyata nama saya terpampang di bawah judul cerita ini. Tapi, saya kan tidak pernah mengirim cerita ini ke Majalah Kreatif? Saya mengirimnya di Majalah Bobo, gumam saya lagi.
saya pun bertanya pada redaksi Bobo. Ternyata, naskah saya ini, memang cocok untuk majalah Kreatif, yang memang masih saudara Majalah Bobo. Sayang Majalah anak yang terbit setiap bulan ini, sudah tidak terbit lagi.
Saya lalu mengecek bank naskah saya di kompi. Kok naskahnya, tidak ada, ya? Ternyata saya mengetik naskah ini masih menggunakan mesin tik. hahaha. Pantas saja tidak ada. Maka saya dengan senang hati mengetik ulang ceritanya untuk teman-teman semua. Selamat membaca, ya...
Misteri Antara Aku dan Ayu
Oleh Bambang Irwanto
Beberapa
hari ini, aku merasa aneh. Sepertinya ada sesuatu yang membuat hatiku bahagia.
Padahal tidak ada hal istimewa yang terjadi. Ulang tahunku sudah lewat dua
bulan yang lalu. Nilai ulanganku, juga biasa-biasa saja. Malah paduan suara
sekolahku kalah pada lomba paduan suara antarsekolah.
Pagi ini aku
baru saja sampai di sekolah. Dua sahabatku, Ika dan Dian segera menghampirku.
Wajah mereka terlihat berseri-seri.
“Selamat ya,
Ayu! Kamu terpilih menjadi finalis Putri cilik!” seru Ika.
Aku jadi
heran. “Kamu jangan bercanda! Aku tidak pernah ikut pemilihan Putri Cilik,”
tukasku.
“Jangan
bohong! Nih, majalah anak terbitan terbaru! Dian menyerahkan majalah anak itu
padaku.
Aku menatap
isi majalah yang terbuka itu. ada pegumuman 15 finalis Putri Cilik. Semuanya
cantik-cantik. Ketika melihat foto finalis nomor 7, hatiku lansung tersentak.
Foto itu sama dengan wajahku. Matanya, hidungnya, sampai senyumnya. Tapi aku
jadi tersenyum saat membaca namanya.
“Hei, kalian
salah. Wajahnya memang sama denganku. Tapi namanya beda. Nama finalis ini, Diah
Ayu Utami. Namaku kan, Tias Sari Ayu.”
Ika dan Dian
ikut membaca nama finalis itu. Wajah mereka tampak kecewa.
“Yah, kita
gagal ditraktir, deh!” seru Ika. Aku tertawa geli.
***
Pulang
sekolah, aku melihat kak Dila sudah menunggu di depan teras.
“Ayu, kamu
ikut pemilihan Putri Cilik, ya?” Tadi beberapa temanku di sekolah yang
mengenalmu membicarakan itu.”
Aku menggeleng.
“Aku juga bingung, Kak. Fotonya memang sama persis aku. Tapi namanya beda. Aku
juga tidak pernah difoto seperti foto
yang dimuat itu.”
Kak Dila
terdiam sejenak. “Aku jadi penasaran, Yu. Bagaimana kalau kita selidiki saja,”
usul Kak Dila. Jiwa detektif kakakku itu mulai muncul. Dia memang paling suka
memecahkan hal misteri.
“Gimana
caranya, Kak?”
“Kita
datangi redaksi majalah anak ini. Kita tanyakan mengenai anak ini.”
Aku hanya
mengangguk tanda setuju.
***
Besoknya
sepulang sekolah, aku dan Kak Dila pergi ke redaksi majalah anak. Kami sengaja
minta Pak Amat, sopir kami untuk mengantar ke sana. Bu Ratih, salah satu staf
redaksi menyambut kami dengan ramah.
“Lo, ini
Diah Ayu Utami kan, finalis Putri Cilik nomor 7? Kenapa sekarang sudah datang?
Kan karantinanya masih seminggu lagi,” Bu Ratih juga keheranan.
Aku
menggeleng. “Bukan, Bu! Saya Tias Sari Ayu.”
Kak Dila
lalu menjelaskan maksud kedatangan kami. Bu Ratih segera mengerti. Beliau lalu
sibuk mencari data-data diri Diah Ayu Utami.
“Ini dia
data-datanya!” seru Bu Ratih sambil membuka sebuah map wrna biru. “Namanya Diah
Ayu Utami. Tanggal lahirnya 19 September 1995. Dia bersekolah di SD Negeri 4
Semarang, kelas lima.”
Aku dan Kak
Dila sangat terkejut. Tanggal lahir Diah Ayu Utami bahkan sama dengan tanggal
lahirku.
“Apa mungkin
kalian saaudara kembar?” tanya Bu Ratih.
“Kami jadi
bingung, Bu! Karen adik saya ini tidak punya saudara kembar,” jawab Kak Dila.
Setelah
mengucapkan terima kasih pada Bu Ratih, kami pamit. Dalam perjalanan pulang,
aku dan Kak Dila hanya terdiam. Aku tahu, Kak Dila juga pasti bingung soal ini.
Apa benar
aku punya saudara kembar? Pikirku dalam hati. Selama ini Papa dan Mama tidak
pernah cerita.
Hari sudah
sore saat kami sampai di rumah. Mama terlihta gelisah menunggu kami. Dengan
cepat, Kak Dila menjelaskan kepada Mama, kenapa kami pulang terlambat. Tidak
aku kira, Mama malah menangis begitu mendengar cerita Kak Dila tentang Diah Ayu
Utami. Bahkan Mama sempat pingsan. Syukurlah, tidak beberapa lama, Mama sudah
sadar kembali.
Dengan
berlinang airmata, Mama mulai bercerita. Diah Ayu Utami itu, memang saudara
kembarku. Ketika terjadi gempa di kota kelahiran kami, orang-orang panik dan
berlarian menyelamatkan diri. Papa mengendong Kak Dila. Aku digendong Mama.
Sementara Diah Ayu Utami digendong Bik Suti, pengasuh kami waktu itu.
Ketika
itulah, kami berpisah dari Bik Suti dan Diah Ayu Utami. Papa dan Mama sudah
berusaha mencari mereka, tetapi tidak ketemu juga. Kami lalu pindah ke Jakarta
dan tidak pernah bertemu dengan Bik Suti dan Diah Ayu Utami lagi.
“Bagaimana
caranya, agar kita bisa bertemu dengan Diah Ayu Utami?” tanya Mama.
“Kita nonton
saja acara malam finalnya, Ma!” usulku.
Mama dan Kak
Dila langsung setuju.
***
Akhirnya
hari yang aku tunggu tiba juga. Malam ini acara final Putri Cilik berlangsung
meriah. Papa, Mama, Kak Dila, dan aku bersorak riang saat diumumkan para
pemenang. Diah Ayu Utami begrhasil menjadi pemenang kedua.
Usai acara,
Papa minta izin pada panitia, agar memperbolehkan kami ke belakang panggung. Seperti
yang sduah aku duga, pertemuan kami dengan Diah Ayu Utami sangat mengharukan.
Diah Ayu Utami berdiri mematung, sampai Mama memeluknya sambil menangis
tersedu. Lalu bergantian Papa dan Kak Dila memeluk Diah Ayu Utami.
Saat tiba
giliranku, aku tidak tahu bagaimana perasaanku. Antara bingung, terharu,
gembira, bercampur jadi satu. Aku bagaikan sedang bercermin, saat memandang
saudara kembarku itu.
“Ayu...”
ucapku pelan.
“Ayu...”
ucapnya pelan.
Kami saling
berpelukan lama sekali sambil menangis. Tiba-tiba muncul seorang Ibu. Dia tidak
lain adalah Bik Suti. Mama langsung memeluknya.
Aah.. Malam
ini seakan malam paling indah dalam hidupku.
0 Response to "Misteri Antara Aku dan Ayu"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.