} Serabi Langganan, Berubahlah! - Bambang Irwanto Ripto

Serabi Langganan, Berubahlah!

Salah satu favorit keluarga saya adalah serabi. Bukan surabi yang pakai kuah, ya, tapi serabi yang biasa. Paling topingnya gula merah. Dan ada langganan serabi di Gombong yang enak. Letaknya di pertigaan jalan gereja dan sapta marga. Saya itu langganan sejk harganya masih 1000 per biji. Jadi kalau 1 tangkup isi 2 biji harganya 2 ribu.

serabi gula merah
Dokpri

Makanya pas mudik lebaran kemarin, saya pun tidak mau melewatkan untuk kembali menikmati serabi. Apalagi sudah hampir setahun saya tidak menikmatinya. Kapan lagi kan.... Makanya sudah masuk daftar list hehehe gayane saya ini.

 

Kehabisan di Hari Pertama

Saya berangkat dari Depok itu di hari lebaran kedua, tepatnya minggu, 23 April 2023, dan Alhamdulillah tiba di Gombong malam hari. Nah, besoknya, Perburuan serabi pun dimulai. Sayangnya, di hari pertama, saya kehabisan. Sebabnya saya agak kesiangan ke sana sekitar pukul 7 pagi. Apalagi masih libur lebaran. Pastinya bukan saja saja yang ingin menikmati serabi.

Padahal saat masih tinggal di Gombong, saya sudah paham, kalau ingin menikmati serabi harus paling lambat datang pukul 6 pagi. Banyak yang suka, karena serabi nya enak. Rahasianya, beras setelah direndam langsung digiling di pasar. Jadi bukan bermalam yang bisa membuat rasa serabinya asem.

Terus masih menggunakan cetakan tanah liat. Masih menggunakan kayu bakar juga. Jadi aroma nya mantap. Itu kalau disantap dengan teh hangat di pagi hari, nikmatnya hehehe. Bahkan kalau tidak habis, bisa disimpan di kulkas dulu. Besoknya bisa dikukus kembali.

 

Berburu Serabi Kembali

Tak mau kecewa, di hari kedua, saya pun kembali berburu serabi. Kali ini selepas subuh, saya sudah jalan. Jalanan masih gelap dan udara dingin. Rela.. rela.. aku rela demi serabi. Halah.. lebay hahaha.

Tapi ternyata... penjual serabinya belum buka hahaha. Daripada lama nunggu, saya memutuskan ke pasar pagi wonokriyo dulu. Kebetulan orang rumah ada yang mau nasi kuning, terus beli tetelan untuk kuah bakso dan beberapa titipan lain.

Agar mendapat serabi, saat di pasar saya belanjanya super cepat. Pindah dari satu penjual ke penjual lain dengan cepat. Persis kayak kutu loncat wkwkwkw. Tapi.. Pas kembali  ke penjual serabi, itu sudah antre hahaha. Karena tanggung, akhirnya saya nunggu. Akhirnya, baru 2 jam saya kebagian giliran.

 

Sistem Antrean yang Kurang Pas

Saat membeli serabi kemarin, ada sedikit perubahan. Ternyata tunggu tanah liat yang menggunakan kayu, sudah diganti dengan kompor gas 2 mata. Sebenarnya tidak masalah sih... Nah yang jadi masalah adalah, sistem antreannya yang bikin sedikit kacau hahaha.



Jadi kalau saya kemarin dan beberapa orang memilih antre menunggu giliran di tempat. Tapi kebanyakan orang, mensiasati giliran dengan di tinggal. Ada yang langsung bayar, ada juga yang belum.

Si Ibu penjual serabi pun menjejer uang pembeli yang ditinggal lagi sebagai urutan. Akhir semakin lama semakin lama juga antreannya. Belum lagi yang antre menunggu.

Saya pun sebagai pelanggan lama mulai mengusulkan, kalau besok pakai nomor antrean saja. Jadi ketahuan, sekarang nomor berapa yang harus dilayani. Terus kalau lagi susasana ramai seperti libur lebaran, jangan ada titip menitip dulu. Lebih didulukan yang setia menunggu di tempat.

Tapi si ibu bersikeras kalau dia hapal kok urutan antreannya. Awalnya sih lancar lama-lama dia bingung juga. Siapa dulu nih? Siapa dulu nih, gilirannya? Akhirnya saya dan seorang ibu berkali-kali mengingatkan urutan antrean. Tapi khusus yang menunggu di tempat. Ururan antrean yang pun terlupakan hahaha.

Akhirnya pas yang tinggalin duit datang, pesanan belum siap. Ada yang batal beli dan uangnya dikembalikan. Ada yang protes. Yang belum kasih uang, ya langsung pergi saja hehehe.

 

Mempertahankan Boleh, Perubahan Wajib

Mempertahan rasa serabi pastiya harus. Karena itulah yang membuat pelanggan terus berdatangan. Tapi mempertahankan cara antrean seperri itu, saya rasa tidak bisa lagi. Harus mengikuti sesuatu juga. Misalnya pakai nomor antrean.

Makanya saja amati, usaha apapun, harus dipegang sesuai generasinya. Jadi generasi penerus usaha ini bisa menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Rasa tetap dipertahan. Nah, kemasan, tempatnya, cara pembelian disesuaikan. Inilah yang membuat suatu usaha maju dan terus berkembang.

Bambang Irwanto


Subscribe to receive free email updates:

1 Response to "Serabi Langganan, Berubahlah!"

  1. Hmmm, perlunya mendengarkan masukan ya Pak Bambang. Sayang banget, si Ibu udah larih manis, tapi karena sistem antriannya begitu jadi ada beberapa yang gak jadi beli. Kan sayang banget. Semoga si Ibu lekas berbenah, ya.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.