} Cecilia - Bambang Irwanto Ripto

Cecilia

     Kemarin teman-teman sempat melihat kan, naskah ini saya jadikan contoh di 5 hal yang perlu diperhatikan sebelum kirim naskah?Nah, kali ini saya posting ceritanya, biar teman-teman tidak penasaran. Yuk, dinikmati cerita saya. Terus semangat menulis, ya...  
                          

                            Cecilia
                           Bambang Irwanto

Cecilia adalah gadis yatim piatu yang baik dan sederhana. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, Cecilia membantu tetangga membersihkan rumah dan mencuci. Walau upahnya sedikit, tapi Cecilia selalu bersyukur.
Hari itu, Cecilia sedang bekerja di rumah Nyonya Fenita. Nyonya Fenita adalah orang terkaya di kota Welmar. Ia mempunyai dua orang anak gadis, namanya Ranitha dan Radisa.
Toktoktok. Cecilia mendengar suara pintu diketuk saat ia sedang menyapu lantai.. bergegas Cecilia membuka pintu. Ia terkejut melihat dua pria berbadan besar berdiri di depan pintu.
“Ada keperluan apa, Tuan?” tanya Cecilia ketakutan.
“Kami utusan Bapak Walikota. Bolehkah Kami bertemu dengan Nyonya pemilik rumah,” kata salah satu utusan itu.
Cecilia menarik napas lega. Walau tampak menyeramkan, tapi kedua utusan walikota sangat ramah. Cecilia segera memanggil Nyonya Fenita. Nyonya Fenita segera menemui dua pegawal bapak Walikota diikuti Ranitha dan Radisa.
“Ada apa, Tuan?” tanya Nyonya Fenita.
“Kami ingin mengundang putri-putri  anda ke pesta ulang tahun Tuan Richad, putera walikota. Kabarnya, Tuan muda Richad akan memilih calon istrinya.”
Ranitha dan Radisa langsung bersorak. Mereka sangat mengagumi ketampanan Richad. Mereka segera menyiapkan gaun terindah.
Saat pulang bekerja, Cecilia termenung di kamarnya. Ia ingin sekali pergi ke pesta Richad. Tapi ia tidak mempunyai gaun indah.
“Ah, andai saja ada Bunda Peri seperti cerita Cinderella,” gumam Cecilia.
Tiba-tiba muncul seberkas cahaya. Semakin lama semakin besar. Cecilia menyipitkan matanya karena silau. Lalu kemudian muncul seorang peri lengkap dengan sayap dan tongkatnya.
“Bunda peri?” Cecilia tak percaya.
“Ya, Cecilia, aku Bunda Peri.
Cecilia senang sekali. “Apa Bunda Peri  datang untuk mengabulkan semua permintaanku? Aku ingin sekali pergi ke pesta putera walikota. Aku butuh Gaun indah, kereta labu, lengkap dengan pengawal.”
Bunda peri menggeleng. “Aku tidak akan mengabulkan semuanya itu Cecilia.”
“Kenapa Bunda Peri?” tanya Cecilia kecewa.
“Kamu harus berusaha sendiri untuk mewujudkan semuanya”
“Itu tidak mungkin, Bunda Peri. Aku tidak mempunyai segalanya.”
“Kamu pasti bisa anakku,”  lalu tiba-tiba Bunda Peri menghilang.
Cecilia menangis kecewa. Ia lalu terbangun. Rupanya ia tadi bermimpi.
Kini aku tidak punya harapan lagi. Sampai kapanpun, aku tidak akan pernah pergi ke pesta Tuan Richad, gumam Cecilia terisak
Cecilia teringat, kalau dia harus membersihkan lemari baju Ibunya. Saat membersihkan lemari, tidak sengaja Cecilia menemukan kain peninggalan Ibunya. Cecilia membentangkan kainnya. Ehm, ternyata lumayan panjang ukuran kain ini,  gumam cecilia.
Tiba-tiba Cecilia mendapat ide. Walau tidak baru, tapi masih bagus. ia segera pergi ke rumah Bu Hamma untuk menjahit kain itu.
“Tapi saya tidak mempunyai uang untuk membayar ongkos jahitnyanya Bu Hamma. Bagaimana kalau saya membantu membersihkan dan mencuci saja?”
“Tidak apa-apa, Cecil. Kamu bisa membantuku membersihkan rumah.”
Cecilia senang sekali. kini ia sudah mempunyai gaun. Tapi, bagaimana caranya aku pergi ke pesta itu? Aku kan tidak punya  kereta kuda?
Tiba-tiba melintas pedati Pak Rumloh. Hampir setiap hari Pak Rumloh ke pusat kota untuk menjual sayurannya. Cecilia bergegas menghampiri Pak Rumloh.
“Pak, bolehkah minggu depan saya menumpang ke kota?”
“Boleh saja Cecil. Kamu mau kemana?”
“Terima kasih, Pak. Saya hendak ke pesta putera walikota. Sebagai upahnya. Saya akan membantu Pak Rumloh memandikan kuda.”
Pak Rumloh mengangguk setuju.
Cecilia menepati janjinya. Selama seminggu ia membantu Nyonya Hamma membersihkan rumah dan membantu memandikan kuda Pak Rumloh
         Hari yang dinanti akhirnya tiba. Cecilia bersiap berangkat ke pesta. Walau gaunnya sederhana, tapi tidak menutupi kecantikan Cecilia. Cecilia harus berangkat pagi, karena Pak Rumloh akan menjual sayuannya di pasar.
“Kamu cantik sekali Cecilia.”
“Terima kasih Pak Rumloh.”
Pedati bergerak pelan. Di tengah jalan Cecilia melihat seorang nenek terjatuh karena membawa kayu bakar yang berat.
“Tolong berhenti sebentar, Pak!” pinta Cecilia.
Pak Rumloh menghentikan pedatinya. Cecilia segera melompat turun. Pak Rumloh ingin mencegah. Tapi Cecilia sudah membantu nenek itu berdiri dan mengumpulkan kembali kayu bakarnya.
“Terima kasih, Nak,” ucap nenek itu.
“Sama-sama,  Nek!”
Mereka lalu melanjutkan perjalanan.
Saat tiba di pasar, pelanggan Pak Rumloh sudah menunggu. Pak Rumloh terlambat karena membantu nenek tadi. Cecilia merasa bersalah. Ia memutuskan membantu Pak Rumloh melayani pembeli  sebelum ke pesta.
Tengteng,  jam besar di tengah kota berdentang jam 12 siang. Cecilia bergegas menuju ke rumah walikota. Ia melepas sepatunya dan berlari agar segera sampai di sana.
Namun ia terlambat. Semua hadiran memerhatikan Cecilia. Wajahnya kucel, gaunnya koto,r dan bau keringat. Untung saja ia masih diperbolehkan masuk.
“Kenapa penampilanmu seperti ini?” tanya putra walikota.
Cecilia menceritakan semua.
Putera walikota tersenyum. Ia megulurkan tangan mengajak Cecilia berdansa. Semua hadirin terkejut.
“Kamu aku pilih menjadi pendampngku.” Kata Richard setelah selesai berdansa.
Cecilia tidak percaya. “Kenapa aku yang dipilih?”
“Kamu berjuang untuk mendapatkan semua ini. Sementara yang lain tidak.
Cecilia menangis terharu. Ia teringat kata-kata Ibu peri, bahwa ia bisa mendapatkan semuanya kalau ia berusaha.



Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cecilia"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.