} Pemberian Tetangga yang Bikin Kesal - Bambang Irwanto Ripto

Pemberian Tetangga yang Bikin Kesal

Akhirnya saya gatal juga untuk menulis soal pemberian tetangga yang bikin kesal ini. Soalnya sudah berlangsung lama saya rasakan. Jadi daripada disimpan di hati, lebih baik saya bagikan saja. Siap tahu bermanfaat, kan... hehehe.

berilah yang terbaik

Jadi sejak kecil itu, saya selalu diajar oleh orang tua saya untuk memberi sesuatu yang baik bagi orang lain. intinya berikan yang terbaik. Misalnya memberikan makanan. Itu harus seperti yang saya makan. Sama enaknya dari bahan-bahan bagus. Bahkan  diantar saat makanan itu baru matang. Jadi bukan makanan sisa dulu baru diantar.

Begitu juga dengan pemberian berupa benda kepada orang lain. Saya berusaha memberi barang yang bagus sesuai selera saya dan kemampuan saya. Misalnya saya ingin membelikan baju seseorang. Maka saya membeli baju sesuai selera saya, misalnya harga 100 ribuan. Bukan saya belikan seharga 50 ribu atau 25 ribuan.


Lain Lubuk Lain Belalang

Tapi memang benar pepatah ini berlaku saat saya pindah rumah. Setiap tempat punya sebuah pakem, termasuk dalam hal memberi sesuatu kepada orang lain. Apalagi kalau penduduknya itu majemuk yang kebanyakan lahir, besar, berumah tangga, lalu hidup secara turun temurun di sana. 

Jadi awalnya saya kaget juga. Saat mereka saya memberi makanan, banyak yang ngomong, “Kok dibagi-bagi, Mas? Makan sendiri saja!”

Nah, lho. Bukannya berbagi itu bagus, ya? Saya juga berbagi bukan karena ria. Kebetulan saya panen pisang dan banyak beberapa sisir. Daripada dimakan sendiri, mending dibagi. Dan itu pun saya ngasihnya begitu habis nebang pisangnya. Terus ngasihnya bagian atas. Bukan sisir pisang buntut hehehe.

Begitulah, saya tetap menerapkan prinsip berbagi yang sudah saya anut sejak kecil. Lagi ada yang syukuran hari lahir dan bikin nasi kuning, langsung diantar ke tetangga pas masih panas. Saya pas ke pasar ikan dan belikan ikan seger, langsung saya antar tanpa ke rumah dulu. Beri sarung kepada tetangga itu sama dengan sarung yang saya pakai. 

Eh, ternyata prinsip berbagi mereka itu memang berbeda. "Kalau enak makan sendiri, kalau tidak enak baru dibagi.” Hahaha.. Dan ini langsung diucapkan  oleh Lilik saya (adik Bapak saya) hahaha. Makanya tidak heran sih, dia juga suka memberi sesuatu yang kurang bagus. Misalnya kemarin memberi beras yang sudah tua dan lama. Padahal baru saja panen padi berkarung-karung hahaha.

Makanya saya agak melongo pas ada tetangga ngomong gini. "Mas Bambang, maaf tidak dikasih masak ayam kemarin. Ayam mondo (ayam sakit, lalu mati)."  Eh, siapa juga yang mau makan daging ayam seperti itu. Lalu lainnya ngasih snack yang sudah hampir kedaluarsa. Pernah juga kasih pisang kecutnya minta amplop atau nangka yang sudah ada busuknya. 

Misalnya kemarin ada sepupu Bapak saya ngadain acara pas malam. Selesainya mungkin pukul 8 malam. Nah, besok paginya, baru antar lontong sayur yang sudah encer karena ditambah air hahaha. Kalau niat ngasih, kenapa tidak malam saja pas selesai acara. Atau bagusnya sebelum acara mulai. Karena saya jam segitu, belum tidur.


Perpaduan Pelit dan Sayang

Begitulah, memang sudah jadi sikap mereka dalam memberi. Makanan yang enak, ya dimakan sendiri. Mungkin nanti sisa atau sudah keblengger baru dibagi hahaha. Walau secara tidak langsung, saya sudah memberi contoh, bahwa berilah barang atau sesuatu yang baru dan bagus.

Tapi sesuai pengamatan saya, mereka itu bukannya tidak pernah masak masakan enak atau punya sesuatu yang bagus. Karena pernah tetangga minta tolong pasangkan gas. Nah, di dapurnya itu ada setandan pisang kepok yang baru ditebang. Saya lirik-lirik ke pisang itu. Tetap tidak ada respon basa-basi hahaha. Nanti kalau pisangnya sudah busuk, baru ditawarin.


Perlu Bersikap Tegas

Seperti kata pepatah kan, di mana bumi dipijak, di situ bumi dijunjung. Sampai akhirnya saya pun mengambil sikap tegas. Saya mulai menolak bila ditawari atau diantar makanan. 

Bila ditawarin sesuatu, misalnya " Mas, mau pisang?" Maka saya tanya saja, pisangnya manis atau masih bagus? Kalau manis saya mau, kalau kecut saya ga mau hahaha. 

Bahkan saat saya diantar sesuatu, maka saya cek dulu. Misalnya diantar makanan semalam, maka saya tidak mau menerimanya. Lebih baik saya tolak, daripada saya tidak makan, dan malah dibuang, lebih mubazir lagi kan. Mending tolak, biar mereka makan sendiri hehehe.

Saya bukannya sombong  tapi saya menghargai diri sendiri, karena orang tidak menghargai dengan memberi makanan yang kurang bagus. Saya mengambil sikap sendiri, karena tidak mungkin  mengubah sikap orang lain. 

Saya pun tidak mungkin berkotbah di depan mereka, kalau saya maunya diberi begini begitu, karena saya sudah memberi yang begini begitu. kalau mereka balikin, kan saya ga minta. Mas Bambang yang ngasih sendiri. Bisa keki berat saya hahaha...

Saya pun tidak mau mengikuti sikap mereka dalam berbagi. Saya akan terus berbagi dengan barang dan makanan bagus. Karena saya menghargai orang lain. Mereka senang menerima pemberian saya, maka akan berkah juga bagi saya.

Itulah cerita seputar pemberian tetangga yang bikin kesal. Pastinya saya tulis ini sesuai dengan pengalaman dan sudut pandang pribadi saya, ya. Bila ada perbedaan, anggap warna-warni kehidupan. Yuk.. semangat berbagi, karena berbagi itu membawa berkah dan bahagia.

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

28 Responses to "Pemberian Tetangga yang Bikin Kesal"

  1. Pak, kayaknya ada typo deh, atau memang saya yang salah tangkap, yakni di paragraf ke-6 : "Saya juga berbagi karena ria"... Ini agak ambigu juga sih, apakah memang sengaja atau tidak, hehehe..

    Kita harus punya prinsip yang kuat kalau memang untuk berbuat kebaikan. Toh lama-lama insight positif pasti akan menular juga, iya kan? Kebiasaan yang buruk juga kelamaan akan hilang dan berganti dengan yang baik.

    BTW, pindah ke mana sih Pak? Pasti yang banyak tukang baksonya ya, biar gampang ngebakso kalau udah cair job, hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aah.. benar sekali itu, Mas. Itu typo hahaha. Maksudnya saya berbagi bukan karena ria.
      Dan benar, Mas. Menjalani hidup ini saya punya prinsip juga, temasuk berbagi. Jadi saya menerapkan dulu dari diri sendiri, dan semoga efeknya bisa ke orang lain hehehe.

      Delete
    2. Hahaha ternyata Mas Hendra merasakan hal yang sama denganku saat baca
      Saya selalu dapat pemberian tetangga meskipun kadang bikin speechless
      Akhirnya saya keluar duit malahan

      Delete
  2. Kalau pengalaman saya dengan tetangga, malah tidak ada sama sekali beri memberi karena kultur di kota individualis. Kadang saya juga pusing mau berbagi apa karena memang masih belum bekerja dan belum sejahtera. Ortu juga domisili beda. Hiksss.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ini saya rasakan juga pas merantau ke Jakarta, Mbak Kiky. Tapi tetap ada beberapa orang yang bisa saling berbagi juga, karena merasa sama-sama perantau hehehe.

      Delete
  3. alhamdulillah pak saya selalu bilang ke keluarga kalu mau kasih ke orang jika memang makanan atau barang itu baru namun tidak kita pakai atau makan.

    Kalo makanan sudah mau basi lebih baik di buang, kasihan nanti yang makan.

    Kita pasti tidak ingin juga di kasih makanan yang lama dan sudah mau basi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah, benar itu, Kak. Jadi saya pun mengukur pada diri sendiri juga. Karena saya tidka mau diberi orang sesuatu yang tak bagus lagi, maka saya berusaha selalu memberi yang terbaik.

      Delete
  4. Beras yg sudah tua tuh kayak gimana mas? Aku taunya beras yg jelek tuh bulirnya patah-patah. Kalau sudah tua rasa nasinya gimana? Bau gitu?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jadi disimpannya kelamaan, Mbak Sari. Jadi itu berasnya bulukan, rapuh dan kadang malah berkutu. Dimakan juga tidak enak lagi.

      Delete
  5. kata emak gw, selalu kasih sedekah ke tetangga. Itu rutinitas yang aku lakukan ampe sekarang. Kalo aku pny sesuatu, ya aku beri. Aku ga berharap dpt sesuatu kembali. Ckp diberikan kesehatan dan kemudahan dlm mencari rezeki aja. Alhamdulillah. Hehehe..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Benar sekali, Mas. Karena rezeki itu tak selamanya harta atau benda berwujud. kesehatan juga sangat berharga. Dan sehat terus adalah rezeki tak ternilai.

      Delete
  6. Bagian yang saya setuju dari artikel ini tetap memberi apapun itu yang terbaik yang penting iklas dan tulus, kasi yang terbaik maka kita akan dapat yang terbaik jugaaa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Mbak. Kalau kita memberi yang terbaik pada orang lain, maka yang menerima senang, pemberian juga jadi lebih bermanfaat.

      Delete
  7. Kalau di sini ya ada yang ketika memberi malah memberi makanan sisa. Bikin gedek kadang. Tapi ya, si penerima juga nggak komplain. Tapi mungkin ya sedikit ngedumel dalam batinnya. Hehehe

    Ada juga yang ketika hajatan langsung membagikan makanan ke tetangga setelah selesai hajatan. Itupun makanan yang sama dengan yang dimakan peserta hajatan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama, Mbak. Di sini pun banyak yang kalau ngasih makanan sudah sisa. Karena sudah tidak doyan lagi atau sudah bosan. Pikirnya daripada tidka dimakan dan dibuang, kasih orang lain saja. Biar dapat pahala katanya hehehe.

      Delete
  8. Kalau kebiasaan dikotaku, kalau ada tetangga memberikan makanan diterima dulu saja, entah nantinya akan dibuang atau diberikan ke orang lain lagi .., hehehe.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya awalnya begitu, Mas. Tapi lama-lama saya bilangin saja. Daripada makanannya saya buang malah mubazir. Saya kasih ke orang lain, nanti jadi bahan ceritaan lagi hahaha.

      Delete
  9. baguuus mas.. memang harus begitu... akupun diajarin untuk memberikan yg terbaik ke orang lain.. sesuatu yg kita juga suka, bukan malah sisa.. aku jujur malu kalo ngasih makanan yg aku sendiri ga yakin ama rasanya, ato aku tahu udh ga bagus.. mending aku buang drpd hrs aku ksh. kan maluuu ya kalo sampe ternyata barang itu ga baik lagi, dan bayangin reaksi si penerima. dia pasti bakal anggab kita ga sopan.. lebih parah kalo sampe kita didoain yg ga enak gimana.. dipikir sengaja ksh barang jelek, amit-amit...

    kasihlah yg terbaik, seperti nabi ibrahim ikhlas mengorbankan anaknya sendiri..

    ReplyDelete
  10. Emang rasanya nggak senang sih kalo diberikan sesuatu tapi kurang bagus kualitasnya. Tulisannya cukup relevan dgn keseharian kita nih

    ReplyDelete
  11. Aku malah heran, Mas, kok ternyata ada ya yang tega prinsipnya begitu? Ngasih orang makanan yg udah jelek atau hampir jelek, coba... Kalo yg dikasih keracunan gimana, hehe minimal sakit perut. Yg ada malah nyelakain orang. Alhamdulillah disini kulturnya ngasih yg baik, kalo ada acara, segera dibagi2. Paling ngalaminnya yg individualis aja waktu tinggal di kota besar

    ReplyDelete
  12. Alhamdulillah tetanggaku ga kayak gitu. Malah dpn rumah, chinese, sering banget berbagi hasil kebon. Sering dpt jagung, waluh, pisang, ubi, pete...Nanya dulu sih, saya mau ga...
    Ya mauuu...hehe...

    ReplyDelete
  13. Di tempat saya masih juga ada sih, kebiasaan itu tapi dengan yang ada di komplek sangat kurang atau jarang pemberian tetangga mungkin karena faktor tertutup sih

    ReplyDelete
  14. Wah, ada ya ternyata Pak yang seperti ini. Memberi tetangga dengan barang-barang yang kualitasnya tidak baik. Alhamdulillah saya belum pernah mengalami sih. Malah ada tetangga yang ustazah, saking seringnya dapat hantaran dari jamaah, jam 11 malam rumah pun diketuk, katanya daripada basi, sayang nggak ada yang makan.

    Kata beliau,cuma berani mengetuk pintu rumah saya yang pasti belum tidur jam segitu, hehehe.

    Btw, soal prinsip hanya memberi yang bagus kepada orang lain, saya pun juga diajarkan seperti itu. Terima kasih untuk mengingatkan kembali prinsip tersebut.

    ReplyDelete
  15. Waduduh, rupa2 kehidupan bertetangga ya, Pak Bamz, termasuk perihal berbagi ini. Saya juga ada cerita, eh Ibuk sih, pernah memberi nasi kuning pada tetangga, malah dikasihkan ke ayam saat Ibu saya masih di sana. Kan niat awal pengin ikut berbagi kesenangan malah jengkel ya. Jadi sekarang sama sih, kalau butuh saja ngasihnya ke orang itu gitu konfirmasi dulu apakah mau kalau dikirim makanan atau tidak. Hihi.

    ReplyDelete
  16. Doenggg... terbelalak baca ini wkwkw..
    kalo di sinetronkan bisa berjudul adabmu bukan adabkun budayamu bukanlah egoku haha #halah apa sik ya.. tapi aku baru tau lo pak ada seperti ini...

    ReplyDelete
  17. Aduh serba serbi tetangga memang asik dibicarakan ya. Ada tetangga yang seru, ada yang suka bikin kesel kayak kejadian pak Bambang. Tapi kalau aku pribadi sih, prinsipnya kalau mau kasih ke tetangga tuh yang kondisinya baik. Kalau nggak ada, nggak usah kasih aja sekalian.

    ReplyDelete
  18. Ingat sewaktu saya masih SD, sama tetangga tuh akrab banget deh kalau ada masak apa pasti semangkok ada kita kirim ke tetangga depan, kanan, kiri
    Tapi semakin lama semakin jarang dilakukan, bahkan ga pernah lagi..
    Kalau kata ibu karena banyak piring dan mangkok yang ga balik,, tapi setelah saya dewasa baru tahu kalau ternyata ga setiap kebaikan kita dibalas kebaikan,, jadi ibu sampai kesal dan mulai gak peduli dengan tetangga dan lingkungan

    ReplyDelete
  19. Woalah pemberiannya kurang menyenangkan ya kak kalau yang disebutkan di atas tuh, kayak pisang kecut, atau makanan yang mau kadaluwarsa. Di sini alhamdulillah belum pernah ada yang begitu. Malah suka ada tetangga yang kalau hajatan aja ngirimin makanan ke tiap rumah tuh sehari sebelumnya, jadi bukan makanan sisa. Dan aku sendiri suka direminder ibu-bapak juga kalau berbagi ke orang apalagi makanan, jangan nunggu mau busuk baru dikasih, tapi harus didahulukan.

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.