Etika Menulis Kumpulan cerita Anak yang Pernah dimuat di Media – Yang rajin menulis cerita anak, dan rajin mengirim ke media, pasti sangat berpeluang banyak dimuat juga. Nah, biasanya saat cerita-cerita sudah banyak dimuat, timbul keinginan untuk menerbitkan dalam buku kumpulan cerita. Tapi jangan buru-buru dulu, karena ada etikanya juga.
Etika Menulis Kumpulan Cerita |
Dalam dunia menulis, banyak segala hal-hal yang harus kita perhatikan. Pastinya ini untuk kenyamanan dan kelancaran kita langgeng di dunia menulis. Makanya sebelum menerbitkan kumpulan cerita, saya bagikan sesuai pengalaman menulis saya, ya.
Tapi ini fokus pada teman-teman yang akan menulis kumpulan cerita sendiri ya, bukan bareng-bareng. Karena sharing tentang Hal-Hal Menulis Buku Antologi, sudah pernah saya psoting.
Apa Dilarang Menulis Kumcer yang Pernah Dimuat di Media?
Tidak ada larangan menerbitkan kuncer dari cerita-cerita yang pernah dimuat di media atau majalah anak. Misalnya saya ingin membuat kumpulan cerita saya yang pernah dimuat di majalah Bobo. Atau saya ingin membuat kumcer dari cerita-cerita saya yang pernah dimuat di berbagai media anak. Misalnya Bobo, kompas minggu anak, Girls, Soca, dan lainnya.
Hanya saja, sebelum mengajukan ke penerbit, ada hal-hal yang harus teman-teman lakukan sebagai berikut :
1. Izin kepada Media Bersangkutan.
Bila media atau majalah yang pernah memuat cerita kita itu masih ada, maka wajib sekali minta izin. Kalau mereka mengizinkan, silakan. Tapi kalau tidak, ya jangan dilanggar. Apalagi belum minta izin sudah langsung menerbitkan.
Soalnya saya pernah bertanya pada Mbak Veronica Widyastuti yang pernah bekerja di Majalah Bobo soal hal ini. Mbak Vero bilang, sebenarnya tidak ada larangan, hanya soal etika saja. Soalnya kan, cerita yang pernah dimuat (misalnya di Bobo) itu naskahnya sebelum dimuat, ada sentuhan dari tim redaksi juga.
Kecuali, media itu sudah tidak ada. Maka semua cerita itu kembali haknya ke penulis. Jadi bisa digunanya. Selain dijadikan kumcer, bisa dikembangkan jadi novel anak, jadi pictbook dan lainnya.
2. Pemberitahuan Awal kepada Penerbit
Setelah urusan di atas selesai, saat mengajukan naskah kumpulan cerita ke penerbit, jangan lupa untuk memberi tahu awal, kalau semua cerita pada naskah, sudha pernah dimuat di media atau majalah. Ini penting, agar menghindari hal-haltak diinginkan di kemudian hari. Bahkan sebelum mengirim naskah, bisa sekali bertanya dulu kepada penerbit, apa bisa mengirim naskah kumcer yang cerita-ceritanya sudah pernah dimuat.
Kalau status naskah sudah jelas di awal, nanti terserah dari penerbit. Kalau tidak masalah, berarti aman. Tapi kalau harus cerita baru, ya jangan dipaksakan. Yang tidak boleh adalah, sudah jelas syarat penerbit kumcer harus cerita baru, tapi nekat mengirim naskah kumcer yang ceritanya pernah dimuat. Takutnya pas sudah terbit buku, penerbit baru tahu, maka penulis yang akan disalahkan.
3. Harus Mencantumkan Sumber Cerita
Karena cerita-cerita sudah pernah dimuat di media, maka saat diterbitkan dalam bentuk buku, harus mencantumkan sumbernya. Misalnya semua cerita bersunber dari majalah Bobo. maka di halaman kedua setelah kaver bisa ditulis : Semua cerita pernah dinuat di majalah Bobo.
Kalau cerita-cerita itu pernah dimuat di berbagai media atau majalah, tetap harus dicantumkan di akhir setiap cerita. Misalnya cerita pertama dimuat di Kompas anak minggu. Cerita ketiga pernah dimuat di majalah Girl, cerita ke 3 pernah di Mombi dan seterusnya
Alternatif Saat akan Menulis Kumpulan Cerita Anak
Saya pribadi, saat menulis kumpulan cerita, saya lebih memilih menulis cerita-cerita baru, walau misalnya cerita anak yang saya tulis, dan dimuat sudah banyak, namun tidak saya hindari. Karena banyak sekali hal-hal dalam dunia menulis yang jangan kita lakukan.
Berikut alasan-alasan lainnya :
1. Etika
Yang utama memang soal etika di atas. Makanya saya menulis cerita itu memang khusus untuk 1 kali saja. Misalnya cerita A khusus untuk majalah Bobo saja, cerita B khusus untuk Kompas Anak Minggu saja, cerita C khusus untuk majalah Girls saja.
Nah, yang bisa saya lakukan adalah mengambil saja ide-ide utamanya, lalu dikembangkan jadi cerita baru. Soalnya satu ide kan bisa ditulis banyak cerita. Tinggal ubah konflik, ubah tokoh, ubah settingan, terus sampai alur dan ending. Maka sudah jadi cerita baru.
Makanya teman-teman tidak akan pernah menemukan 1 cerita saya pernah dimuat di media A, lalu diterbitkan di Penerbit B. Yang ada selama ini, cerita-cerita saya di majalah Bobo, itu diterbitkan lagi di kumcer dan kumdong Pustaka OLA yang memang satu grup denga Majalah Bobo. Atau dimuat di Penerbit Kiddo yang masih grup Gramedia.
2. Imajiansi Terus Berkembang
Menulis cerita anak baru membuat saya terus berproses sebagai penulis cerita anak. Ini membuat saya terus konsisten menulis. Lalu dengan ide-ide baru, imajinasi saya semakin berkembang dan luas. Mulai dari imajinasi cerpen anak, imajinsi dongeng, dan lainnya.
Jadi saya tidak hanya berkutat dengan cerita itu-itu. Maka takutnya nanti akan bosan, pastinya imajinasi menulis cerita tidak berkembang. Apalagi kalau kumcer yang saya kirim ke penerbit, itu plek keteplek sama dengan
3. Pembaca Tidak Bosan
Dengan menulis cerita-cerita baru, saya menyuguhkan sesuatu yang baru kepada pembaca. Kalau hanya cerita lama kan, ibaratnya makanan yang sudah, jadi dan hanya dihangatkan saja. Tidak ada cita baru dari makanan itu.
Dengan cerita baru, pembaca jadi penasaran dan tertarik membeli buku kumcer sata. Soalnya bisa saja mereka beranggapan, ah.. ceritanya sama dengan yang di Bobo, saya juga pernah baca, mending beli buku kumpulan cerita lain.
Jadi saat akan menerbitkan buku, sejak awal kita sudah memikirkan dari sisi pembaca juga. Tempatkan diri kita juga sebagai pembaca yang akan membeli buku kita. Ibaratnya seorang chef, kita memasak harus menyesuaikan juga dengan selera yang akan menikmati makanan itu.
Beragam Kumpulan Cerita Anak
Ada berapa kumpulan cerita anak yang teman-teman bisa susun. Jadi teman-teman bisa sesuaikan dengan keinginan. Tapi semua ragam kumcer boleh dicoba kok, biar ide-ide semakin betebaran dan imajinasi menulis cerita anak teman-teman semakin berkembang.
1. Label Cerita yang Sama
Pertama teman-teman bisa menulis kumpulan cerita anak, dari label yang sama. Misalnya ceritanya cerpen semua.. Dongeng semua, fabel atau cerita tokoh hewan semua. Kalau teman-teman sudah menentukan labelnya, tidak perlu lalu memikirkan temanya. Temanya bisa beragam.
2. Tema yang Sama
Kalau teman-teman menulis kumcer berpatokan 1 tema, maka harus fokus pada tema itu. Jadi misalnya temanya persahabatan, maka semua cerita bertemakan persahabatan juga.
Tapi bisa juga teman-teman menggabungkan beberapa tema dalam 1 kumcer. Tapi harus pas komposisinya. Misalnya dalam kumcer ada 3 tema, persahabatan, kasih sayang, dan keberanian. Lalu ada 15 cerita. Bisa tema persahabatan 5 cerita, tema kasih sayang 5 cerita, dan tema keberanian 5 cerita
3. Kumcer Campuran
Teman-teman bisa sekali menulis kumcer campuran. Jadi dalam kumcer ada berbeda label dan berbeda tema. Ini tidak apa, karena yang jadi benang merahnya adalah 1 penulis. Tapi ingat, judulnya harus tepat.
Misalnya, jangan ditulis Kumpulan Cerpen, tapi ternyata ada dongeng yang nyelip. Begitu juga sebaliknya. Tapi lebih pasnya ditulis kumpulan cerita.
Nah, itu dia sharing Etika Menulis Kumpulan Cerita Anak yang Pernah dimuat di media dan hal-hal yang terkait. Pastinya saya susun sesuai dengan pengalam menulis saya, ya. Semoga bermanfaat, ya. Salam semangat menulis...
Bambang Irwanto
Mencantumkan sumber ini penting sekali ya mas bambang. Saya sempat galau juga mau naruh tulisan saya yg di media lain utk ditaruh di blog saya jg atau nggak. Tapi, ide akan terus berkembang memang yaa, selama masih memiliki ide, yang memper2 mgkn tetap masih bisa dikembangkan. Btw, saya kalo beli majalan bobo skrg nyari tulisannya mas bambang nih, tapi belum nemu
ReplyDeleteIya, Mbak. Daropada berputar di cerita-cerita itu saja, mending nulis cerita baru, jadi imajinasi terus berkembang.
DeleteIya, kebetulan sudah lama ga ngirim cerita ke Bobo, Mbak hehehe. Tapi Isnya Allah akan kirim lagi.
Bener banget ini. Banyak etika dalam dunia penulisan dan org banyak ga tau juga
ReplyDeleteIya, Mbak. Makanya saya usahakan share sesuai pengalaman menulis saya, dan semoga bermanfaat.
DeleteSetiap baca postingan Pak Bambang tentang cerita anak saya langsung teringat naskah kumcer saya yang nggak beres-beres. Sekarang malah ketabrak pandemi gini dan keenakan nulis blog, heuheu. Sempat kepikiran mau nerbitin kumcer tersebut secara indie aja, tapi kok ya mahal di ilustrasinya. Trus galau lagi, kekeke.
ReplyDeleteAyo, diselesaikan naskah kumcernya, Mbak Damar.
DeleteSoalnya sayang sekali kalau dibiarkan jadi penghuni abadi folder laptop hehehe.
Dan memang kalau menerbitkan sendiri itu mahal diilustrasi juga, Mbak.
Jadi selesaikan, lalu tunggu sampai keadaan normal lagi, terus kirim ke penerbit.
Terus semangat menulis, Mbak Damar.
Mungkin saya kurang beretika jadi tulisan saya nggak pernah lolos sampai kemudian pasrah.
ReplyDeletePadahal sudah ikut kelasnga Pak Bams dulu
Hehehe.. di sini yang dibahas soal etika kalau mau menerbitkan kumcer yang sudah dimuat di media atau majalah, Mbak Ammah.
Deletejadi bukan cerita yang tidak beretika.
Mungkin belum lolos, karena cerita Mbak Ammah belum pas dengan yang dicari media. jadi.. jangan pasrah, terus semangat menulis.
tiap aku pengen bikin cerita anak yang simple aja, aku merasa mulainya susah, entahlah
ReplyDeletemungkin karena aku terbiasa dengan kategori remaja.
jadi, pernah kepikiran buat kirim cerpen anak ke Bobo, bingung nyari temanya apa, karena Cerpen Bobo yang selama ini aku baca, meskipun sederhana tapi ada pesan moralnya juga yang ga ketebak sama aku
sampe penasaran gali idenya gimana