Siapa yang suka serabi?
Saya suka. Makanan dari tepung dan
kelapa ini selain gurih, enak, bergizi, dan bikin kenyang hehehe.Selama di
sini, saya sudah mencoba berbagai macam serabi yang dijajakan. Rata-rata
harganya sama. Dulu setangkup 1000 rupiah, lalu naik 2000 rupiah.
Harga boleh sama, tapi soal rasa memang
beda. Tentu saja ini tergantung dari pembuatnya, kan? Dan setelah mencoba
serabi di mana-mana, saya menemukan penjual serabi yang rasanya pas di lidah
saya. Katanya sih, serabi ini pernah juara lomba serabi sekabupaten.
Penjual serabi ini seorang ibu. Usianya
kira-kira 50 tahun. Tapi saya kok lupa menanyakan namanya hahaha. Beliau
berjualan di pinggir perempatan jalan. Jualannya hanya setiap hari sabtu,
minggu, dan hari libur saja. Soalnya kalau hari biasa, katanya beliau kerja.
Ibu ini berjualan mulai pukul 5 subuh.
Pokoknya setelah selesai salat subuh. Katanya sih, rumahnya di sekitar
perempatan jalan itu. jadi kalau memang niat beli, harus cepat. Sedikit telat
saja, antreannya sudah panjang.
Seperti pagi ini. Saya memang sudah niat
beli serabi. Maka usai salat subuh, saya segera meluncur ke TKP. Dalam hati
saya, pasti saya yang pertama beli, nih. Jadi tidak perlu mengantre.
Wah, ternyata saya salah. Sampai di
sana, sudah ada dua yang mengantre. Seorang ibu dan seorang anak muda. Masing-masing
membeli 5 tangkup (1 tangkup 2 buah serabi). Berarti saya harus menunggu 20
serabi dibikin. Apalagi cuma ada 3 cetakan.
Tapi karena sudah niat, saya pun
menunggu. Aah.. tidak apa-apalah. Daripada saya harus menunggu seminggu lagi. Mana tahan.. hehehe.
Dan memang, ibu penjual serabi itu selalu bilang kepada pembelinya,
mohon antri, ya. Jadi saya pun mengantre, berjongkok di TKP, persis seperti
ayam kedingin. Lah, masih subuh, masih gelap dan dingin hehehe.
Setelah lama mengantre, akhirnya tibalah
giliran saya. Waktu sedang menuangkan adonan untuk pesanan saya yang ke 6,
tiba-tiba seorang ibu datang bersama anaknya. Ibu itu langsung berkata, “Bu,
serabi 2 tangkup, ya!”
Dengan halus ibu penjual serabi
menjawab, “Sabar ya, Bu! Mas ini dulu.”
Si Ibu pembeli berkata lagi,” Saya dulu
deh, Bu. Cuma sedikit ini. Saya bawa anak.”
Dengan tegas si Ibu penjual serabi
kembali menjawab, “Maaf, Bu. Mas ini antri dari subuh. Jadi saya melayani
pembeli yang datang duluan.”
Si Ibu calon pembeli itu langsung
manyun. “Ya, sudah, Bu. Nanti saja! Padahal yang mau anak kecil ini,” katanya
sambil mengandeng anaknya.
Setelah Ibu itu pergi, si Ibu penjual
serabi berkata pada saya, “Susah ya, Mas! Kalau mau ya, harus antri. Kalau
sabar, pasti kebagian. Nanti kalau bagian mas dikasih, pembeli lain juga akan minta
duluan. Siapa yang datang duluan, ya kebagian duluan rezeki.”
Saya tersenyum mendengar ucapan Ibu
penjual serabi itu. Ternyata, bukan hanya serabinya yang enak, dan gurih, tapi
juga sangat bijak. Dan saat menikmati serabi bersama teh hangat pagi ini, saya
kembali terkenang makna ucapan beliau. Ya, siapa yang duluan menjemput rezeki,
maka dia yang akan duluan mendapat rezeki itu.
0 Response to "Cerita dari setangkup Serabi"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.