} Kibli - Bambang Irwanto Ripto

Kibli

                                                            
dimuat di Majalah SOCA

                                                          Kibli 
                                                   Bambang Irwanto
                                                                                                       
     Siang itu udara sangat panas. Kibli memilih bermalas-malasan di rumah saja.
     “Kibli…” tiba-tiba ada yang memanggil. Itu pasti Rizi, gumam Kibli
     Kibli membuka pintu. Benar, Rizi yang datang.“Ada apa, Rizi?” tanya Kibli dari balik pintu.
     “Kibli, kamu jadi ikut bekerja di rumah, Pak Rum?” tanya Rizi.
     “Tidak Rizi, cuaca sangat panas. Aku takut lelah. Mungkin besok saja,” jawab Kibli.
     “Tapi besok mulai musim salju. Tidak akan ada lagi pekerjaan untuk kita.” Kata Rizi.
      Kibli menggeleng. Di rumah saja ia merasa panas, apalagi berada di luar. “Lain kali saja ya, Riz.”
     “Baiklah,” akhirnya Tizi pergi sendiri.
      Kibli baru saja menutup pintu, terdengar suara memanggil. “Kibli… apakah kamu ada di rumah?”
      Kibli mengintip dari balik jendela. Tampak Ibu Riz.
      “Ada apa, Bu Riz?” tanya Kibli.
      “Tolong kamu perbaiki atap rumahku ya, Kibli,” pinta Bu Riz.
      “Maaf, Bu Riz, saya sedang mengerjakan sesuatu,” alasan Kibli
      “Baiklah, Kibli. Saya akan meminta tolong Poh saja,”
      Kibli terkikik. Untung Bu Riz percaya ucapanku. Ehm, pasti melelahkan sekali memperbaiki atap rumah saat cuaca panas seperti ini, gumam Kibli.
     Kibli baru saja membaringkan tubuhnya, saat terdengar pintunya diketuk. Buru-buru kibli membuka pintu.
     “Ah, syukurlah kamu ada di rumah, Kibli. Saya hendak menyuruhmu memetik Jambu air di kebun,” kata Paman Loh.
     “Maaf, Paman Loh. Tangan saya sedikit terkilir. Saya tidak bisa membantu paman.”
      “Ya, sudah tak apa-apa. saya akan menyuruh Mogi saja,” kata Paman Loh.
     Kibli terkikik. Ehm, siapa juga yang mau memanjat jambu air yang penuh semut itu. Kibli akhirnya meneruskan tidurnya.
     Benar saja, besoknya, tiba-tiba salju turun lebat hingga menutupi rumah Kibli. Udara menjadi sangat dingin.  Kibli memilih tidur saja. Cuaca dingin paling enak berada di balik selimut.
     Entah sudah berapa lama Kibli tertidur. Tiba-tiba ia terbangun Karena merasa lapar. Buru-buru Kibli ke dapur dan membuka lemari makanan. Wah…Ternyata hanya ada sepotong roti kemarin, sisa pemberian Nenek Amanda. Kibli segera melahap roti itu, tapi perutnya masih lapar.
     Aduh, bagaimana ini?” Kibli mengelus perutnya
     Kibli menyambar mantelnya. Ia harus mencari pekerjaan agar mendapat uang dan bisa membeli makanan. Kibli merapatkan jaketnya sambil terus berjalan terseok-seok. Salju sangat tebal dan menutupi jalanan.
     Kibli menuju rumah Bu Riz. “Bu Riz, apa Ibu membutuhkan bantuan untuk mengerjakan sesuatu?”
     “Sepertinya tidak Kibli. Kemarin aku ingin membetulkan atapku yang bocor, tapi kamu tidak bersedia.”
     Kibli tertunduk. Ia bergegas menuju rumah Pak Put.
     Kibli mengetuk rumah Pak Put. “Pak Put, apa ada pekerjaan di pabrik jamurmu?”
     “Wah, bila musim salju, pabrik jamur libur. Karena jamur tidak bisa tumbuh. Bukankah dua hari yang lalu, aku menawarimu bekerja?”
     Kibli tertunduk lesu. Iya kemarin
-kemarin ia lebih memilih tidur di rumah, sesal Kibli.
     Kibli ke rumah Nyonya Amanda. “Tolonglah, Nyonya Amanda, saya butuh pekerjaan apa saja.”
     “Em, sebenarnya persediaan kayu bakar saya hampir habis. Tapi saya tidak mugkin menyuruhmu mencari kayu bakar ditengah salju setebal ini,”
     “Tak mengapa, Nyonya Amanda,” seru Kibli senang. Akhirnya ia mendapatkan pekerjaan. “Saya akan segera mencari kayu bakar untuk, Nyonya,” Kibli begegas pergi.
     “Kibli, tunggu? Bagaimana kamu bisa mencari kayu bakar di tengah salju setebal ini?” teriak nyonya Amanda. Tapi Kibli tidak mendengar teriakan Nyonya Amanda
     Kibli menuju hutan, salju turun semakin lebat. Susah payah Kibli berjalan sampai hutan.
     “Ah…hutan pun tertutup salju, Bagaimana aku bisa mendapat kayu bakar?” keluh Kibli.
     Aduh, bagaimana ini, aku pasti akan kelaparan. Kata Kibli sambil berjalan pulang. Karena lapar, kepala Kibli pusing dan matanya berkunang-kunang. Saat melewati jalan menurun, kibli terpelesat. Tubuhnya langsung meluncur ke bawah.
     “Aduh… tanganku sakit sekali,” keluh Kibli. Sepertinya tangan Kibli terkilir
     “Kibli…” panggil Rizi. “Apa yang kamu lakukan di luar? Kamu bisa mati kedinginan.”
     “Aku mencari pekerjaan, karena persediaan makananku habis.”
     “Ya, ampun.” Rizi mengeleng-geleng kepala. Ia segera memapah Kibli menuju rumahnya.
     Rizi lalu memberikan Kibli susu hangat dan dua potong roti keju. Selesai makan, Rizi mengurut tangan Kibli yang terkilir. Kemudian Rizi menyuruh Kibli berbaring di tempat tidurnya yang hangat. Tak lama Kibli tertidur kerena kelelahan.
     Saat bangun, Kibli merasa segar sekali.Tangannya sudah tidak terasa sakit lagi. Ia berterima kasih pada Rizi.
     “Makanya Kibli, saat musim panas, kita harus giat bekerja, agar di musim dingin kita sudah mempunya banyak persediaan makanan,” nasihat Rizi.
     “Iya, saya sangat menyesal,” ucap Kibli.
     “Sudah jangan sedih! Aku akan meminjamkan makananku. Tapi kamu janji, akan mengantinya saat musim panas tiba.”
     “Terima kasih, Rizi.” Kata Kibli terharu. Ia berjanji tidak akan malas lagi.


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kibli"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.