} Cerita dari Sepasang Sepatu - Bambang Irwanto Ripto

Cerita dari Sepasang Sepatu

Cerita dari Sepasang Sepatu - Sepatu di foto itu adalah sepatu saya. Saya beli sekitar 13 atau 14 tahun yang lalu. Dan sepatu itu punya cerita.



Jadi waktu itu, saya kan masih baru beberapa tahun merantau ke Jakarta. Jadi masih norak. Tiap minggu maunya jalan-jalan ngitarin Jakarta, terutama di mall-mall  dan tempat-tempat belanja di Jakarta. Tidak belanja sih, cuci mata doang hahaha.

Makanya hampir mall-mall di seluruh Jakarta pernah saya datangi. Mulai dari Plaza Indonesia, Plaza Senayan, mall Taman Anggrek, Pondok Indah, mall Kelapa Gading, mall Blok M, dan sebagainya. Kalau saya tulis semua, bisa habis jatah katanya ya hehehe.

Pas itu saya ke Pasaraya blok M yang termasuk elit (menurut saya). Barang-barangnya keren semua dan harganya aduhai (juga menurut saya), isi dompet saya masih jauh buat belanja di sana hahaha. Waktu di area sepatu cowok, saya kok naksir sepasang sepatu merek Camel Active. Kebetulan saya pernah ambil katalognya juga. Dan bukan hanya sepatunya yang keren, tapi juga produk pakaiannya.



Agak kepedeaan, saya hampiri sepasang sepatu menggoda itu. Kebetulan banyak pengunjung sih, jadi saya tidak perlu takut langsung disamperin karyawan tokonya, "Ada yang bisa saya bantu, Mas?" hahaha. Saya pun bebas memegang sepatu itu. Dan ternyata bukan hanya modelnya yang keceh, tapi juga bahannya.

Saya langsung lihat label harganya. Wih... saya langsung kaget. Waktu saya lihat harganya, duh... 800 ribu. Padahal gaji saya masih mingguan yang rata-rata seminggu 200 ribu hahaha.

Hati saya terbelah dua cieee... antara mau beli atau tidak. Kalau beli ya pecahin celengan yang sudah saya kumpulkan sepeser  demi sepeser. OPastinya, harus ngirit makan juga. Bisa tambah langsing saya. Tapi... Kalau tidak beli  ya mupeng juga hehehe.

Akhirnya setelah mojok sejenak, saya pun akhirnya memutuskan tidak jadi beli. Nanti saja kalau dapat undian berhadiah atau rezeki nomplok saja. Tapi kapan ya...

Eeh... tapi pas pulangnya, kok sepasang sepatu itu masih terbayang-bayang di mata. Mau makan ingat sepatu, mau tidur ingat sepatu, mau mandi ingat sepatu, pokoknya kayak lagu Dina Mariana dan juga lagu Maia dan Meichan hahaha

Akhirnya setelah termenung lagi, besoknya saya balik lagi ke Pasaraya. Walau dalam hati was-was juga. Takut sudah dibeli orang. Soalnya pas kemarin nanya, nomor 42 tinggal 1. Horee... ternyata sepatu itu masih terpajang tampan manjah. Tanpa pikir lagi, saya langsung beli. Walau setelah itu, menu harian selalu dihiasi tempe orek hahaha.



Senang sih punya sepatu bagus dan mahal. Apalagi baru punya yang kayak gitu. Terakhir sepatu terbagus dan termahal saya itu merek kickers seharga 399.900, yang awet dan saya pakai lama juga. Jadi lumayan ada peningkatan ya.. hahaha. Tapi saking sayangnya, saya jarang pakai. Lebih banyak disimpan dalam kotak di lemari.

Sampai suatu hari, saya ada acara. Saya pun ingin pakai sepatu itu. Tapi alamak... kok solnya rapuh dan patah-patah. Saya panik. Duh sepatu mahal saya bagaimana ini?
Jadi salah saya sih, soalnya di dalam kotak terus dan masih dimasukan ke lemari. Jadi mungkin soal udara juga dan ada jamur. Kata teman dan saya baca di majalah, perawatan sepatu mahal memang harus lebih ekstra.

Jadi setelah tahu sepatu mahal saya rusak,  duh... Hati saya gimana gitu.  Sempat menyesal juga, kenapa saya terlalu bergaya beli sepatu mahal. Padahal saya sering dengar petuah bijak sih, beli barang yang kamu butuhkan, bukan yang kamu inginkan. Ya.. bagaimana lagi. namanya juga nafsu membara hahaha.

Maka saya pun bertanya pada Metha,  sepupu saya,  tempat reparasi sepatu.  Kata Metha ada di Pondok Indah Mall.  Bahkan bisa benerin tas juga. Pas libur, $aya pun meluncur ke PI.  Dan benar kata Metha.  Saya pun girang.  Setidaknya sepatu saya bisa diselamatkan dan dipakai lagi hehehe.
Pas giliran saya, saya langsung sodorin sepatu.  Eh.. mas- mas yang melayani saya kok bilang begini, ini sepatu Bos-nya ya?
Whaaat...? Keplaaaak.. Kepala saya seperti ditimpuk sepatu baja hahaha.  Apa mas itu tidak tahu,  bagaimana perjuangan saya membeli sepatu ini.  Kalau saya ceritakan tidak akan selesai 7 hari 7 malam hahaha. Maka saya menukaskan,  kalau sepatu ini milik saya. Eh... mas-mas itu menatap saya tak percaya.



Setelah dicek,  ternyata biayanya mahal juga.  Kalau tidak salah 250 ribu.  Duh... Lagi tangah bulan lagi,  dan saya hanya bawa seadanya. Saya pun memutuskan tidak jadi.  Dan... Mas itu menatap saya,  seakan menegaskan kalau saya memang bukan pemilik dah sepatu itu wkwkwkw.  Tapi memang kan, masih banyak orang yang menilai seseorang dari penampilannya saja.  Padahal bisa saja kan,  saya anak milyuner yang sedang menyamar wkwkwkw.

Akhirnya saya putar otak.  Kalau tidak diperbaiki bagaimana?  Diperbaiki ongkosnya gede. Tidak diperbaiki ya, sayang. Bisa ngutang dulu di Ibu Indah pemilik warteg hahaha.
Lalu di tengah kegalauan saya.. Cieee... Kok tiba-tiba kepikiran tukang-tukang sol sepatu dekat kantor Departemen Keuangan senen.  Saya sering lewat situ kalau nunggu metromini sepulang kerja.  Saya pun semangat meluncur ke sana.

Horee... Akhirnya sepatu saya bisa dipermak.  Ongkosnya 25 ribu.  Untung ada sol sepatu yang cocok.  Walau bagian depannya harus disesuaikan.  Jadi dulunya itu agak kotak kini bundar. Dan sepatu ini selalu saya pakai.

Sepasang sepatu di foto itu adalah sepatu saya. Dan sepasang sepatu itu memang punya cerita tersendiri dibandingkan sepatu-sepatu saya lainnya. Namun dari sepasang sepatu itu, saya belajar banyak hal.

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cerita dari Sepasang Sepatu"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.