} Cerpen : Mencari Bapak di Jakarta - Bambang Irwanto Ripto

Cerpen : Mencari Bapak di Jakarta

 Burung saja terbang  tak lupa pulang. Ingat sangkar anak istri

Syair lagu Nia Daniati itu masih terus tergiang di telingaku. Lagu yang pertama kali yang aku dengar, saat bapak menyetel radio transistor tuanya, yang kadang suaranya putus nyambung, karena pemancar radio yang jauh.

Fiksi Mencari Bapak di Jakarta Bambang Irwanto
Desain Canva

Tapi kenapa sudah 3 tahun bapak tak pulang? Sudah 3 kali puasa, sudah 3 kali lebaran. Persis syair lagu dangdut yang aku dengar di warung Mbak Dir, saat aku sedang membantunya mencuci piring dan gelas. 

"Bapakmu, mungkin sudah mati," Jawab ibu dengan ketus saat aku menanyakan keberadaan bapak. Tapi masa harus jawabnya seperti itu. Sungguh teganya dirimu, bu... Teganya.. Teganya.. Teganyaaaaa. 

Sejak saat itu, aku tidak berani bertanya lagi pada ibu. Mungkin mereka ada masalah, yang tak perlu aku tahu. Padahal, kalau tidak salah, suami istri itu kan, harus saling terbuka. Jangan ada dusta diantara kita. Begitu seperti kata Pak penghulu waktu aku jadi pagar ayu dinikahan Mbak Ning, kakak sepupuku. 

Dan setelah masuk tahun ke 3 bapak tidak pulang, aku memang sudah terbiasa tanpa kehadiran bapak di dekatku. Aku tlah biasa.. Bila tiada bapak disampingku. Aku tlah bisa bila tak mendengar suara canda tawa bapak. Aku pun tlah terbiasa, bila tak mendapat uang jajan dari bapak sejak masuk SMU. 

Mungkin ibu saja yang tak biasa. Tahu sendiri kan, ibu-ibi para tetangga sukanya bergosip. Belum lagi anak-anak kecil suka menyanyi sebuah lagu. Ibu bisa langsung naik darah.

lalailailaila.. panggil aku si jablay....

"Eh, siapa yang mengajarkan kalian lagu itu?" tanya ibu marah.

"Bapak saya," jawab salah satu anak sambil berlari kencang.

"Ingin kubunuh Bapakmu...!" teriak ibu.

Namun pagi itu, sebuah berita datang mengejutkanku. Kabar itu datang dari Paklik Jarko yang kebetulan baru saja pulang dari Jakarta. Katanya, Paklik Jarko bertemu bapakku di Jakarta. Tentu saja aku senang. Hari itu aku gembira. Paklik Jarko membawa berita, dari yang kudamba. Walau bukan sepucuk surat yabg wangi dan warnanya bukan merah hati.

"Tapi, Nduk, kabarnya bapakmu sedang mempersiapkan pesta pernikahan. Apalagi pestanya mau diadakan minggu ini,” cerita Paklik Jarko.

Hatiku langsung hancur. Bagaiiiii... bencana datang melanda, setelah kudengar keputusan bapak yang kejam itu. Payung hitam yang jadi saksinya setiap hari diriku menanti kedatangan bapak di halaman rumah saat hujan turun. 

Aku pun bertekad akan menemui bapak di Jakarta. Aku akan menjadi tamu tak diundang di pesta pernikahannya bapak nanti. 

Tanpa pamit ibu, dan membongkar celengan hasil tabunganku, aku pun menuju stasiun kebumen. Baru sekali aku pergi. Dari Kebumen ke Jakarta. Untuk mencari bapak di sana. Mengendarai kereta malam. Juk, gijuk-gijuk, kereta berangkat. Juk gijak gajuk, hatiku tak gembira.

[Setelah perjalan 6 jam lebih, akhirnya aku tiba di stasiun Pasar Senen. Berbekal alamat dari Paklik Jarko, aku mencari alamat bapak di daerah Jakarta Utara. 

"Alamat lengkapnya apa, neng?" tanya seorang tukang ojek. 

"Erte lima, erwe 3, sepuluh nomor rumahnya. Jalannya jalan cinta,” ucapku.

“Oh, naik saja biskota, jurusan kota intan, kalau kamu tak keliru, pasti akan bertemu," Jawab Bang Ojek. 

Setelah berterima kasih, aku melanjut perjalanan. Walau tak berlari-lari mengejar laju buskota, tapi aku harus berlomba-lomba saling berebutan, tuk sekedar, mendapatkan tempat di sana. Memang susah jadi orang tak punya, kemana pun naik bus kota. 

Di dalam bus, ada seorang pemuda memperhatikanku. Pemuda itu lumayan cakep juga. Aku jadi salah tingkah dibuatnya.

“Boleh kenalan?” tanyanya sambil tersenyum manis.

Aku terdiam sejenak. Aku langsung teringat nasihat Paklik Jarko, bahwa kalau ke Jakarta hati-hati dengan orang yang dikenal.

“Boleh kenalan, ga?” tanya pemuda itu lagi.

“Aku masih sekolah. Satu Es Em U. Belum cukup berbuat begini begitu,” jawabku, lalu buru-buru bergeser tempat berdiri.

Setelah turun di kota Intan aku bingung lagi. Tapi tekadku untuk mencari bapak semakin besar, lalu bertanya ke sana sini mencari alamat, akhirnya aku ditunjukan pada sebuah jalan Cinta. 

Lalu tak sengaja, aku lewat depan sebuah rumah. Ku melihat ada tenda biru. Dihiasi indahnya janur kuning. Ehm, ini pasti rumahnya. Kan sudah persiapan kawinan, gumamku sambil melangkah masuk. 

"Permisi...!"

"Ya, cari siapa, Neng?" tanya seorang perempuan muda. 

Ada melihatnya dari rambut sampai ujung kaki. Mungkinkah ini calon istri bapak? Gumamku dalam hati. 


"Pak Marsidin ada di sini?”

Seketika perempuan muda itu terkejut. "Kamu siapanya?"

"Aku anaknya, dari Kebumen?"

"Oh!" Perempuan muda itu menutup mulutnya. "Pak... Pak... Pak Marsidin!’ 

Tidak lama tampak Bapak keluar dari dalam rumah. Tampak bapak lebih kurus. Kulitnya juga lebih hitam.  " Ya ada apa?"

"Ini ada yang mencari Bapak. Katanya anak Bapak dari Kebumen.'

" Eh, sar, kamu ke sini? Kata bapak sambil memelukku. 

Sebenarnya aku jengah, tapi kerinduanku pada bapak selama 3 tahun menghapus semua. Bagaimana.. Harus jalani.. rasa rinduku. Bagaimana.. Bagaimana lagi.. Kan ku curahkan. Perasaa hati ini...

"Bapak kemana saja? Sudah 3 tahun tidak pernah pulang. Dan katanya mau nikah lagi, ya?"

Bapak langsung sesegukan. "Maafkan Bapak, Nduk! Bapak bermaksud akan pulang, tapi setelah acara nikahan ini.”


“APAAAAAA...? Kenapa Bapak setega itu. Apa Bapak menghamili peremuan ini. Dia gadis atau janda, Pak. Baiknya katakan saja jangan malu?"

"Sembarangan, ya. Memangnya kenapa?” ucap perempuan itu sedikit marah.

“Tenang, Bapak akan ceritakan semuanya!” kata bapak sambil mengelus rambutku. 

Tenyata, saat bekerja di Jakarta, bapak difitnah oleh teman kerja yang iri padanya. Bapak dijebak dan dituduh mencuri barang tempatnya bekerja. Akhirnya bapak ditahan selama 3 tahun. 

"Untung ada Pak Burhan, Ayah Mbak Lisna yang banyak membantu Bapak. Dua minggu lalu Bapak bebas. Hanya mau bantu pernikahan Mbak Lisna dulu. Baru bapak mau pulang. Ibumu tidak mau cerita karena bapak yang suruh. Tahu sendiri omongan tetangga. 

Owalah... Ternyata begitu. 

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

24 Responses to "Cerpen : Mencari Bapak di Jakarta"

  1. Bagus isi cerpennya. Bener nih jangan ada dusta diantara pasutri. Kuncinya hilangkn egoisme.

    ReplyDelete
  2. Aahh pak Marsidin bikin saya ikut gemes juga deh, jadi begitu tho kisahnya pak, Yo wis kapan bapak balik kampungnya?

    ReplyDelete
  3. cerpen yang kereeeeennnn....
    sukak banget bacanya, apalagi pakai lirik lagunya Nia Daniati dan lirik lagu dangdut
    Cerpen yang cerdas namun menghibur

    ReplyDelete
  4. part yang dialog rt 5 rw 3, 10 nomor rumahnya, jalannya jalan cinta sukses bikin saya jadi nyanyi dan ketawa, kocak deh ini cerpennya menghibur

    ReplyDelete
  5. Saya hampir smosi jiwa Mas Bams hahahaha. Nalar tuh langsung ke perselingkuhan. Gak nyangka kalau bapaknya dipenjara hahahaha. Tapi keren loh tulisannya. Plot twistnya asik dan tak terduga.

    ReplyDelete
  6. Setelah menjadi orangtua memang yang terpenting adalah menjaga setiap Hal yang dikerjakan. Semoga dengan kebaikan akhlak orangtua, anak hidup gemah ripah penuh keberkahan.

    Bapaaak...

    ReplyDelete
  7. Mas, aku bacanya sambil sesekali nyanyi lho...hihihi. Menghibur sekali ini cerpennya. Plot twistnya keren, enggak ngira saya ending-nya begini. Ditunggu karya-karya terbaik lainnya

    ReplyDelete
  8. Di beberapa bagian cerpen, aku bacanya sambil nyanyi, mas. Soalnya tahu betul itu lirik lagu apa. Jadi ketahuan bangetbyah umur aku di kisaran berapa wkwkwk...

    ReplyDelete
  9. Endingnya nggak nyangka banget :-( Saya pikir beneran nikah lagi bapaknya. Tetep ya, bagi anak perempuan, bapak adalah cinta pertama..

    ReplyDelete
  10. Cerpen yang unik Pak Bams. Soalnya selain dapat kisah yang menarik dari kemana si Bapak berada, sekaligus baca ceritanya kayak lagi diiringi backsound lagi dangdut hehe.
    Ada kelanjutannya gak nih?

    ReplyDelete
  11. Bagus mas cerpennya
    Fitnah itu menakutkan ya mas. Makanya lebih kejam dari pembunuhan

    ReplyDelete
  12. Pak Bambang cerpennya bagus banget... endingnya tak terduga keren banget nih

    ReplyDelete
  13. Oalah ternyata begitu, syukur ada Pak Burhan ya. Menarik sekali jika mampu menuliskan cerpen begini. Mengasah skill penting banget nih agar bisa hasilkan karya cerpen menarik gini,Mas.

    ReplyDelete
  14. Huhu, jadi ngeri karena ada unsur fitnah nih ceritanya dan jadi kasian sama si Bapak.

    ReplyDelete
  15. Cerpennya menarik banget, gak nyangka endingnya di luar perkiraan.
    Tak pikri bakal jambak-jambak an, ternyataa... Ibu dan bapak memang saling mendukung komunikasinya ya.

    ReplyDelete
  16. Dari awal sampai akhir cerita dibuat campur aduk, nih, perasaan. Kirain Bapaknya beneran nikah, eh, ladalah ternyata ada cerita lain dibalik itu semua

    ReplyDelete
  17. Ampun deh, Maaaas. Itu perbendaharaan lirik lagu-lagu jadul berhamburan keluar semuaaaah.... Bacanya jadi kayak kena jebakan umur >.<

    ReplyDelete
  18. Astaga, Pak Bams, cukup banyak kalimat di cerpen ini yang malah bikin aku ikutan nyanyi... hahaha. Kreatif. Suka sama cara mengolah ceritanya. Bikin lagi please yang lain.

    ReplyDelete
  19. Antara mau sedih atau malah ketawa. Lha dibuat becanda sih. Aku malah jadi nostalgia lagu2 lama nih. Kebetulan zaman kecil, ayahku jg senang lagu2 mulai dari Nia Daniati sampe Iis Dahlia si payung hitam, Ine Sinthya hingga RT 5 RW 3 dengan nomor rumah 10 si Cici Paramida. Kangen masa lalu nih pak Bams. Haha.

    ReplyDelete
  20. Ya Allah Pak Bambang cerpennya bagus sangat menyentuh aku...ikut deg2an kukira cari alamatnya gak ketemu maklum jakarta crowded...lanjutkan ya pak

    ReplyDelete
  21. Plot twist ya Pak Bams. Dari awal udah negative thinking ama bapaknya. Kirain di Jakarta mau nikah lagi. Ternyata hanya bantu2 nikahan.

    Baca cerpennya jadi pengen nyanyi juga wkwkwk ada lirik lagu Tenda Biru, RT lima, hihihi.

    ReplyDelete
  22. Uda kebawa suudzon dari awal sampai hampir akhir.
    Alhamdulillah, endingnya bapak masih seperti yang dulu.
    Memang memiliki Bapak bagi seorang anak ini adalah berarti sebuah harapan.

    Semoga senantiasa bisa menjaga segala perbuatan dan menjadi orangtua terbaik bagi amanah yang dititipkan Allah subhanahu wa ta'ala.

    ReplyDelete
  23. Lucu banget sih cerpennya, secara tidak langsung menghibur banget, sambil ngebayangin kalau ini drama musikal yang dikit-dikit nyanyi kayak film india hahahah

    ReplyDelete
  24. endingnya di luar dugaan, keren pak

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.