} Ngadem di Alun Alun dan Naik Bandros Bandung - Bambang Irwanto Ripto

Ngadem di Alun Alun dan Naik Bandros Bandung

Horeeee... Akhirnya saya menginjakkan kaki lagi di Stasiun Bandung. Terakhir itu  saya ke Stasiun Bandung tahun 2012. Jadi sudah 11 tahun ya. Wah.. Lama juga. Walau sebenarnya saya sering ke Bandung. Hanya tidak naik kereta.

Liburan di Bandung
Mejeng Dulu Depan Stasiun Kereta Api Bandung

Makanya saya sangat eksaitit  begitu kereta Api Feederyang membawa saya dari stasiun Padalarang, berhenti di stasiun Bandung. Setelah sebelumnya, merasakan Serunya Naik Whoosh Kereta Api Cepat dari Halim ke Padalarang.

Nah kan jadwal kepulangan saya ini sekitar pukul 15.15 wib. Jadi saya masih ada sekitar 4 jam berada di Bandung. Dan setelah saya pikir-pikir saya mau jalan-jalan tipis saja di sekitar stasiun Bandung saja. 


Alun-Alun Bandung

Sebenarnya rencana awal saya mau naik Bus Pasundan. Karena saya pikir, pasti sama saja dengan busway. Bisa muter-muter kota Bandung dengan waktu yang tidak terlalu lama. Dan pastinya, ongkosnya pas di hati dan kantong hahaha.

Tapi ternyata, saya salah keluar pintu. Saya keluarnya dari pintu Barat. Padahal. Bukan dari situ. Saya pun bertanya pada 2 orang teteh-teteh. Mereka merkomendasikan pesan ojek saja. Akhirnya, saya naik gojek ke alun-Alun Bandung. Tarifnya 12 ribu, dan ada diskon 5 ribu. Jadi saya bayar 7 ribu saja hehehe.


Sampai ke Alun-Alun Bandung

Tidak sampai 10 menit,, saya pun sampai di alun-alun kota Bandung. Saya diturunkan Kang Gojek pas di depan masjid Raya Bandung. Dan karena hari sabtu, suasana sangat ramai. Apalagi dekat masjid dan banyak yang pengajian. 



Hal Pertama yang menarik perhatian saya adalah Bandros. Saya sih, sudah sering membaca cerita Bandros ini. Nah, mumpung sudha di depan mata, pastinya harus naik Bandung. Tapi nanti saja lah, saya mau ngadem dulu sebentar di alun-alun Bandung. 

Alun-alun Bandung luas. Dan ini pertama kalinya saya ke alun-alun Bandung. Rumputnya pakai rumput sintetis. Jadi enak buat duduk-duduk hehehe. 

Saya memilih duduk di tempat teduh dekat pohon. Sambil melihat anak bermain bola, layangan, dan lari-larian, saya mengambil termos dari dalam tas, kemudian minum teh yang saya bawa dari rumah. Pikir saya harusnya asyik nih, kalau sore-sore. Apalagi kalau pas malam minggu ya. Pasti ramai pisan Euy. 

Setelah cukup beristirahat, saya bergegas keluar alun-alun lagi. Sayangnya saya tidak sempat selfie di depan tulisan “Bandung” dan “Juara”. Harusnya saya memang membawa tripod. Soalnya kalau minta tolong dengan orang, selain sungkan, kadang hasilnya kurang sreg di hati dan jiwa hahaha.

Naik Bandros

Akhirnya saya bisa naik Bandros juga. Penumpang juga banyak. Tapi Bandrosnya juga banyak,  jadi tidak perlu mengantre. Busnya berwarna-warni lagi. Sungguh menarik hati.



O iya, Bandros ini sebenarnya salah satu kue tradisional khas Sunda yang terbuat dari campuran tepung beras, kelapa parut, daun suji dan santan. Kue Bandros bisa disajikan dengan taburan gula pasir, keju atau cokelat.

Nah, oleh Pak Ridwan Kamil Bandros adalah kepanjangan Bandung Tour on The Bus. Bandros inilah yang mememudahkan wisatawan untuk berkeliling kota Bandung dan melewati jalan-jalan dan bangungan bersejarah.

Saya memilih Bandros warna biru. Sesuai suara hati saja cieee. Padahal setelah saya cek, Bandros itu rutenya sesuai warnanya. Tapi tetap tarifnya sama 20 ribu. Bandros langsung penuh. Saya pun memilih duduk di samping pak sopir yang sedang bekerja, mengendarai Bandros supaya baik jalannya hahaha.



 

Rute Bandros Biru

Bandros mulai bergerak dengan pemandu Kang Dadang. Mulai menyusuri jalan Asia Afrika yang sangat terkenal sampai ke manca negara. Kang Dadang menjelaskan, setiap 4 tahun orang bule pasti ke Bandung untuk konfrensi. 

Lewat jalan Afrika, memasuki jalan Banveuy yang dulunya di sana ada penjara kuda. Setelah itu Bandros meluncur di Jalan Braga. Dan ini membuat saya eksaitit. soalnya jalan Braga itu sangat terkenal di lagu dan cerita fiksi yang dulu saya baca, 

Di jalan Braga Kang Dadang menyuruh kami iseng lho. Jadi kalau ada sepasang muda mudi yang sedang berjalan bersama menyusuri jalan Braga, kita kompak bilang cieeee.. Ciee... Terus kalau ada rombongan kita kompak bilangnya halo... Happy sih, karena yang disoraki juga senang hehehe.

Dari jalan Braga, Bandros melintasi kawasan Dago. Ternyata dulu ini kawasan elit pengusaha belanda. Ada sebuah rumah sangat sangat besar. Di kawasan Dago juga ada jalan Ir. Juanda yang diabdikan di uang 50 ribu. Karena jasa beliau Indonesia punya undang-undang kelautan. 

Bandros lalu berbelok di jalan Sumatera. Di sini ada SMP 2 dan SMP 5. Di jalan Sumatera inilah, cinta BJ Habibie danI Ibu Ainun bersemi sampai akhirnya menjadi cinta abadi sehidup semati. Pak Habibie bersekolah di SMP 5 dan Bu Ainun di SMP. Tidak jauh dari SMP ada rel mati. Jadi dulu merupakan lintasan kereta yang dibangun belanda. 

Di sini Kang Dadang bertanya, kok Indonesia tidak punya selular sendiri ya? Padahal tahu tidak, kalau orang Belanda pernah mengadakan hubungan telekomunasi dari Indonesia ke Belanda. Ini dibuktikan dengan pemancar radionya Malabar.

Selanjutnya Bandros dan banyak melewati tempat-tampat bersejarah, termasuk gedung sate yang namanya dulu tidka seperti itu. Hanya karena orang Indonesia susah menyebutnya, maka dibuatlah sebuatan yang mudah. Dan ternyata, gedung sate itu salah satu gedung yang dipersiapkan untuk memindahan ibukota negera dari Batavia ke Bandung.

Bandros lanjut melewati jalan Otista atau Otto Iskandar Dinata. Jasa Pak Otto ini sangat besar dengan Diplomasinya, tapi sayangnya, sampa sekarang, jasad beliau tidak ditemukan. Bandros terus melaju melewati pasar lama dan Dewi Sartika. Kang Dadang bercerita, dulu pernah ada pasar, tapi terbakar. Lalu dibangunlah pasar lama.




Walk in ke Stasiun Bandung

Karena masih ada waktu, saya pun memutuskan untuk berjalan kaki saja menuju Stasiun Bandung. Pikir saya kalau jalan kaki, saya bisa melihat lebih detail situasi yang saya lewati. 

Dan benar, saya bisa mampir dulu melihat orang yang berjualan di jalan. Seperti lagi menyusuri Malioboro yogya. Hanya saya salah kostum. Saya pakai baju merah di tengah pandai terik. Merah membara dong hahaha.

Akhirnya saya sampai di stasiun Bandung. Saya pun menuju pintu masuk KA Feeder di sebalah utara. Rasanya masih pengin lama di Bandung. Banyak tempat yang ingin saya datangi. Tapi mungkin enaknya bawa sepeda ya, jadi bisa mampir-mampir hehehe.

Bambang Irwanto


Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Ngadem di Alun Alun dan Naik Bandros Bandung"

Post a Comment

Terima kasih sudah berkunjung. Bila berkenan, silakan meninggal jejak manisnya di komentar. Dilarang copas seluruh isi tulisan di blog ini tanpa seizin saya. Bila ingin dishare atau diposting kembali, harap mencantumkan sumbernya. Diharap tidak memasukan link hidup di komentar, ya. Maaf sekali akan saya hapus. Terima kasih dan salam semangat menulis.